Usulan agar AI diakui seperti entitas hukum baru dengan hak dan kewajiban, misalnya dalam kasus hak cipta atau paten.
Namun, banyak pengadilan dunia seperti Mahkamah Agung Inggris maupun Kantor Hak Cipta AS telah menolak ide ini.
Sebab, mereka berpendapat bahwa hak cipta dan paten tetap melekat pada manusia, bukan mesin.
Risiko Jika AI Jadi Subjek Hukum
Jika AI diberi status hukum penuh, ada potensi manusia lepas dari tanggung jawab.
Bila keputusan AI menimbulkan kerugian, siapa yang akan dimintai pertanggungjawaban? Apakah pemerintah, pengembang, atau AI itu sendiri?
Karena itu, Uni Eropa melalui EU AI Act menegaskan bahwa AI tetap berstatus sebagai objek hukum.
Baca Juga: Karier Politiknya di Ujung Tanduk, Eko Patrio Serahkan Nasibnya ke Ketum PAN
Transparansi dan pengawasan manusia wajib dilakukan, sehingga tanggung jawab hukum tetap jelas.
Dari perspektif cyberlaw, penunjukan AI sebagai menteri lebih tepat dibaca sebagai simbol politik sekaligus eksperimen birokrasi digital.
AI memang bisa membuat pengadaan publik lebih efisien, namun secara konstitusional tanggung jawab tetap berada di tangan pejabat publik manusia yang mengendalikannya.***
Artikel Terkait
Meta Kejar Dominasi AI Global, Bayang-Bayang Skandal Data Mengintai
Era Physical AI: Nvidia Dorong Robotika ke Level Baru dengan Jetson Thor
Mahasiswa ITB Mengguncang Panggung AI Dunia di Ajang Main Conference ACL 2025
Oracle Melejit Berkat AI, Larry Ellison Hampir Salip Elon Musk dalam Bursa Orang Terkaya di Dunia
Trik Prompt Gemini AI: Bikin Foto Polaroid Estetik Instan, Auto Keren!