KONTEKS.CO.ID - M I R I S…, hari ini menjadi sebuah kata yang mungkin dapat mewakili perasaan yang dirasakan oleh sebagaian dari para Alumni yang peduli dengan keberlangsungan dan keberlanjutan dari kepemimpinan IKA UPN “Veteran” Jakarta.
Entah karena saya yang kurang referensi dan literasi soal berbagai sejarah pemikiran dan kepemimpinan para filsuf dan pemikir-pemikir besar, sebuah keniscayaan telah terjadi di depan kita semua.
Sebuah perhelatan pesta demokrasi 4 tahunan dalam ruang Ikatan Alumni UPN”Veteran” Jakarta menjadi titik nadir dari penyelenggaraan Pemilu pada Kongres-Kongres sebelumnya.
Baca Juga: Kejari Depok Tahan Dua Tersangka Kasus Korupsi Pembangunan Gedung UPN Veteran Jakarta
Sebuah fakta Pragmatis-Historis yang sebelumnya belum pernah kita lihat, rasakan dan alami terjadi dengan begitu saja, sebuah proses yang patut dipertanyakan referensinya, sebuah kejadian yang layak untuk dipertanyakan landasan berpikirnya, sebuah momentum yang perlu untuk dikaji kembali ke-absahan-nya.
Fakta bahwa partisipasi para delegasi yang datang membuktikan “Ghirah” atau semangat untuk menentukan pemimpin IKA UPN “Veteran” Jakarta sangatlah tinggi, apakah hal ini menjadi sebuah fenomena yang tidak absolut sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan proses Pemilu dalam Kongres ke-5 secara Transparansi, Profesional dan Akuntabel.
Salah satu Hak Konstitusi para delegasi yang datang telah dikebiri oleh segelintir orang yang entah mewakili kepentingan siapa merasa paling memiliki hak untuk menentukan arah dan kebijakan IKA UPN “Veteran” Jakarta ke depannya.
Baca Juga: Mahasiswa UPN Gelar Mimbar Bebas Terkait Kecurangan Pemilu 2024
Menentukan pemimpin memang pada dasarnya memerlukan usaha dan langkah yang berliku, lalu bukan berarti proses tersebut menjadi sebuah faktor yang harus diamputasi demi sebuah kata “Kepentingan Bersama”, Yaa….“Kepentingan Bersama” menjadi sebuah mantra yang mencoba menyihir para peserta delegasi yang datang.