KONTEKS.CO.ID - Harapan besar petani di Sulawesi Selatan untuk menjadikan nanas sebagai komoditas unggulan daerah kini terancam layu sebelum berkembang.
Proyek pengadaan bibit nanas yang menelan anggaran fantastis sebesar Rp60 miliar dari kas negara, diduga kuat telah diselewengkan menjadi ajang bancakan korupsi.
Alih-alih menyejahterakan petani, dana puluhan miliar rupiah itu kini menjadi objek penyidikan serius aparat penegak hukum.
Aroma busuk dugaan korupsi ini tercium tajam oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan. Pada Kamis, 20 November 2025, tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) melakukan operasi penggeledahan maraton dari pagi hingga petang.
Operasi ini tidak main-main, karena dikawal ketat oleh Polisi Militer TNI Angkatan Darat, menyisir tiga lokasi vital yang diduga menjadi sarang persekongkolan jahat di Makassar dan Kabupaten Gowa.
Baca Juga: Erupsi Gunung Semeru Rusak Lebih dari 50 Hektare Lahan Pertanian, Kerugian Tembus Rp4 Miliar
Lokasi pertama yang digeledah adalah kantor PT A di Sungguminasa, Gowa, perusahaan rekanan yang memenangkan tender pengadaan bibit tersebut.
Kemudian, penyidik bergerak ke jantung pemerintahan, menggeledah Kantor Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (DTPHP) Provinsi Sulsel sebagai pemilik proyek, dan berakhir di Kantor Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Sulsel.
Rangkaian penggeledahan ini mengindikasikan adanya dugaan keterlibatan sistematis dari hulu penyedia barang hingga hilir pencairan anggaran.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sulsel, Rachmat Supriady, membeberkan modus operandi yang sangat merugikan negara dan petani.
Dana Rp60 miliar yang seharusnya dibelanjakan untuk bibit berkualitas, diduga digerogoti melalui praktik mark-up harga (penggelembungan harga) dan, yang paling parah, dugaan pengadaan fiktif.
Baca Juga: Teks Khutbah Jumat 21 November 2025: Bersenang-senang dalam Pandangan Islam
Dugaan pengadaan fiktif ini menjadi pukulan telak bagi sektor pertanian. Ini berarti, sebagian dari anggaran besar itu dicairkan seolah-olah bibit sudah dibeli dan disalurkan, padahal barangnya mungkin tidak ada atau jumlahnya disunat.
Akibatnya, target pemerintah untuk menjadikan nanas sebagai komoditas primadona menjadi omong kosong belaka karena bibit yang sampai ke lahan petani tidak sesuai dengan nilai uang yang dikeluarkan rakyat.