Rumah yang ia tinggali miring, tertimbun lumpur hingga hampir mencapai atap, dengan retakan di berbagai bagian.
Baca Juga: Estevao Bersinar, Maresca: Jangan Bebani Dia Terlalu Besar
Mengenang banjir-banjir sebelumnya, Fitriati berkata, “Dulu paling setinggi dada dan surut dalam sehari. Tidak merusak rumah atau menimbulkan korban. Sekarang sangat parah.”
“Saya bahkan sudah tak tahu harus berkata apa melihat kondisi rumah seperti ini. Mau menangis, air mata pun tak keluar lagi. Sudah kering,” tambahnya.
“Kami benar-benar berharap ada bantuan agar kami tidak kelaparan.”
Baca Juga: Estevao Bersinar, Maresca: Jangan Bebani Dia Terlalu Besar
Tsunami Kedua
Di sebuah desa di Sumatra Barat, di mana sedikitnya 90 orang dilaporkan tewas, Afrianti Usnia tampak membersihkan lumpur dan puing yang memenuhi rumahnya.
Saat banjir menerjang, ia hanya sempat mengambil beberapa helai pakaian untuk bayinya sebelum mengungsi ke rumah kerabat.
“Air datang seperti ombak besar. Semua barang saya hilang,” ujar ibu rumah tangga berusia 39 tahun itu.
“Saya masih trauma, tapi hidup kami ya di desa ini. Saya berharap pemerintah adil. Kami sering terdampak banjir, tapi tidak pernah mendapat bantuan.”
Pemerintah telah melakukan operasi modifikasi cuaca untuk mengalihkan curah hujan, serta menyalurkan bantuan menggunakan pesawat dan kapal perang ke wilayah yang terisolasi.
Namun tingkat kerusakan sangat besar. Banyak area masih terputus akses dan komunikasinya.
“Situasi di beberapa lokasi sangat kritis, masih ada desa-desa yang terjebak banjir dan belum bisa dijangkau,” kata Gubernur Aceh Muzakir Manaf, Sabtu malam.
Artikel Terkait
Banjir Bandang Juga Negara Tetangga RI, Korban Tewas Capai 162 Orang
BP BUMN Desak Polda Sumbar, Sumut, dan Aceh Usut Pembalakan Liar Picu Banjir dan Longsor
Bencana Banjir dan Longsor: Ribuan Warga Sumut Mengungsi, Sejumlah Daerah Masih Terisolir
Update Korban Banjir dan Longsor di Sumatra, BNPB Sebut 316 Orang Meninggal Dunia