KONTEKS.CO.ID - Penanganan kasus kekerasan atau bullying di sekolah tak sesuai harapan bahkan cenderung bertele-tele sehingga merugikan korban.
Karena itu, Ombudsman RI Jawa Timur mendorong kepala daerah agar menaruh perhatian terhadap penanganan siswa korban kekerasan di sekolah.
Caranya, kepala daerah memastikan penanganan kasus bullying sesuai Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) No 46/2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Baca Juga: Gerbong PSI di Tim FOLU Net Sink, Puskaha: Langgar Semangat Efisiensi Prabowo
"Kepala daerah harus memonitor pembentukan dan hasil kerja tim pencegahan dan penanganan kekerasan (TPPK) di sekolah," kata Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jawa Timur, Agus Muttaqin, dalam keterangannya, Selasa 11 Maret 2025.
Berdasarkan Permendikbud 46/2023, sekolah wajib membentuk TPPK yang berperan mencegah dan menangani kasus bullying. Kerja mereka dimonitor oleh satgas pencegahan dan penanganan kekerasan (SPPK) yang dinas pendidikan setempat bentuk.
Dengan demikian, kepala daerah sepatutnya memasukkan kinerja TPPK dan SPPK sebagai komponen indikator kerja utama (IKU) dinas pendidikan di wilayahnya.
Baca Juga: Polisi Tangkap Eks Presiden Filipina Duterte Rodrigo Duterte Atas Perintah ICC: Kasusnya Berat
Kasus Baru Bullying di Jawa Timur
Dari data Ombudsman RI Jawa Timur, selama 2024-2025 ada dua laporan masyarakat dugaan maladministrasi penundaan berlarut, tidak kompeten, dan penyimpangan prosedur. Dugaan itu muncul terhadap penanganan korban bullying siswa SD di Jember dan Lamongan.
Pelapor adalah keluarga siswa korban kekerasan. Tim pemeriksa Ombudsman masih melakukan pemeriksaan.
Menurut Agus, warga melapor karena tidak mendapat pelayanan penanganan kasus bullying. Di Jember, TPPK diduga mengabaikan prosedur penanganan kasus bullying di sekolah yang harus tuntas dalam 1 bulan. Bahkan, korban akhirnya mencari solusi sendiri dengan pindah sekolah.
Baca Juga: Tak Hanya Dikurangi Takarannya, Polisi Temukan Fakta Baru Minyakita Palsu
Sedangkan di Lamongan, TPPK diduga melakukan penundaan berlarut, tidak kompeten, dan penyimpangan prosedur dalam penanganan korban kekerasan yang belakangan meninggal.
Baik di Jember maupun Lamongan, SPPK tidak memonitor sekaligus mengambil alih penanganan di TPPK yang telah melewati 1 bulan.
Agus menegaskan, ada dua pemicu terjadinya dugaan maladministrasi tersebut. Pemicu pertama, kepala daerah dan dinas pendidikan kurang memahami isi Permendikbud 46/2023, khususnya peran TPPK maupun SPPK.
Baca Juga: Minyakita Jadi 0,75 Liter, Produsen Beri Alasan HET Pemerintah di Bawah Biaya Produksi
"Mereka acapkali tidak bisa mengidentifikasi perbedaan antara kasus bullying dan perilaku nakal umumnya anak," sesalnya.
Pemicu kedua, minimnya pelatihan personel TPPK maupun SPPK terkait teknis pemeriksaan. "Mereka tidak terbiasa memeriksa yang harus dituangkan dalam BAP (berita acara pemeriksaan), sehingga hasil pemeriksaan mereka tidak terstandarisasi," tambahnya.
Karena itu, dalam beberapa penanganan kasus bullying, pemeriksaan tidak berlanjut dengan penerbitan putusan.
Baca Juga: Brigadir AK, Anggota Intel Polda Jateng yang Diduga Bunuh Bayi 2 Bulan di Semarang
Agus menambahkan, platihan perlu dilakukan karena setiap tahapan pemeriksaan harus dijamin keabsahan dan tercatat dalam BAP untuk pembuktian adanya dugaan kekerasan.
Dengan demikian, kesimpulan TPPK nantinya dapat dipertanggungjawabkan secara administratif-substantif. "Terlebih lagi rata-rata tugas TPPK bersifat tambahan yang diberikan kepada guru sekolah, sehingga tidak ada pelatihan khusus," tuturnya.
Yang terakhir, menganggap wajar kasus bullying sebagai kenakalan anak dan tidak memproses lebih lanjut, menjadi faktor penghambat pelaksanaan Permendikbud 46/2023.
Baca Juga: Menunggu Strategi Bahlil yang Selalu Sebut Mafia Gas Subsidi 3 Kg
"Kasus yang viral hanya yang mengakibatkan cacat permanen, trauma berat, dan kematian. Padahal, apabila dicegah dengan implementasi Permendikbudriset 46/2023 tentunya kasus-kasus itu dapat dihindari," pungkasnya. ***
Artikel Terkait
Kronologi Santri di Malang Jadi Korban Perundungan, Diduga Disetrika Seniornya
Dendam Korban Perundungan: Santri Bakar 3 Terduga Pelaku Bullying di Asrama Ponpes di Riau, 2 Tewas
Anak Vincent Rompies Segera Diadili Bareng 11 Tersangka Bullying Geng Tai Binus
Viral Video Bullying Siswi SD di Depok, Keluarga Pelaku Sebut Hanya Konten
Perundungan Siswa di SMAN 70 Jakarta, Dinas Pendidikan Jatuhkan Sanksi ke Pelaku