“Dulu jadi pengurus NU itu, pokoknya ‘gus’, ya gampanglah. Sekarang harus ikut pelatihan. Walaupun ‘gus’, kalau nggak ikut pelatihan, nggak bisa jadi pengurus,” katanya.
Menurut Gus Yahya, penataan ulang ini merupakan pilihan strategis organisasi agar tetap relevan dengan dunia yang terus bergerak. Rasa cemas atas hilangnya “mata uang lama” dinilainya sebagai reaksi wajar dalam proses perubahan.
“Ketika kita membangun konstruksi baru, ada yang khawatir privilege lamanya atau currency lamanya nggak laku lagi di dunia yang baru,” jelasnya.
Baca Juga: F4 Kolaborasi Gokil Bareng Jay Chou dan Ashin Mayday, Fans Meteor Garden Auto Throwback
Ia pun menarik benang merah dengan dinamika masa lalu, termasuk di era Orde Baru, ketika perebutan pengaruh tak hanya terjadi antara negara dan masyarakat sipil, tetapi juga di dalam lingkaran elite sendiri.
Lewat refleksi ini, Gus Yahya seakan mengingatkan bahwa identitas, status, dan privilege bukanlah sesuatu yang statis. Di era sekarang, adaptasi, kapasitas, dan kesiapan menghadapi perubahan justru menjadi kunci utama.***