nasional

Kajian Greenpeace dan Global Forest Watch Dukung Peringatan Keras Institut USBA: Bencana Sumatera Bisa Terjadi di Papua dan Lebih Parah!

Rabu, 3 Desember 2025 | 13:02 WIB
Penampakan salah satu sisi Pulau Sumatra pascabanjir bandang dan tanah longsor melalui citra satelit. (Foto: X.com @or_bit_eye)

KONTEKS.CO.ID – Institut USBA memperingatkan semua pihak bahwa bencana banjir bandang dan tanah longsor di utara Sumatra bisa juga menimpa masyarakat Papua.

Peta aktivitas pembangunan di Pulau Papua saat ini menunjukkan pola awal yang sangat mirip dengan keadaan Aceh–Sumut–Sumbar sebelum bencana banjir bandang dan tanah longsor terjadi di 2025.

Di Sumatera, bencana terjadi karena kerusakan daerah aliran sungai (DAS) akibat pertambangan, perkebunan skala besar, HTI, dan pembangunan infrastruktur yang tidak memperhitungkan risiko lanskap.

Baca Juga: Walhi Riau: Banjir Bandang di Aceh-Sumatra Bukan Semata Bencana Alam tapi Bencana Ekologi  

“Jika tata ruang, izin, dan pengawasan tidak diperkuat, Papua berpotensi memasuki siklus bencana yang sama. Yakni, aliran air yang tak terkendali, longsor di lereng-lereng curam, dan banjir di dataran rendah,” kata Direktur Institut USBA, Charles Adrian Michael Imbir, dalam keterangan tertulisnya, Rabu 3 Desember 2025.

Papua—dengan curah hujan tinggi, pegunungan curam, DAS besar, dan ekosistem adat yang rapuh—dipercaya akan mengalami dampak lebih menghancurkan jika pola pembangunan saat ini tidak segera diperbaiki.

Prediksi horor Institut USBA diperkuat dengan temuan eksternal kunci yang menegaskan tingginya risiko bencana besar di Papua.

Greenpeace misalnya, menyebut adanya ancaman dari pekerjaan penambangan nikel di Raja Ampat dan kawasan pesisir Papua.

Baca Juga: Sekjen PBB Sampaikan Duka Cita Bencana di Sumatra-Aceh, Siap Dukung Operasi Penyelamatan dan Tanggap Bencana

Dalam laporan investigasinya yang mendokumentasikan ekspansi rencana penambangan nikel, muncul ancaman serius terhadap ekosistem laut dan pesisir Raja Ampat.

Laporan ini menggarisbawahi adanya konsesi dan rencana operasi yang menempatkan karst, pulau-pulau kecil, dan zona pesisir sensitif pada risiko kerusakan ekologis besar.

Kemudian data kehilangan hutan dan perubahan tutupan lahan di Papua yang dirilis Global Forest Watch.

Mereka menyebut wilayah Papua masih menyimpan hutan besar, tapi mengalami kehilangan hutan setiap tahun. Data dan peta interaktif memperlihatkan area konsesi, perubahan tutupan, dan zona yang terekspos risiko erosi dan sedimentasi bila dibuka.

Baca Juga: PLN Kerahkan 500 Personel ke Aceh: Listrik Dikebut 24 Jam di Tengah Kerusakan Parah

Halaman:

Tags

Terkini