KONTEKS.CO.ID - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini telah menerima salinan Keputusan Presiden terkait rehabilitasi tiga eks petinggi ASDP.
Diketahui, ketiganya yakni, Ira Puspadewi yang merupakan eks Direktur Utama ASDP, Muhammad Yusuf Hadi adalah eks Direktur Komersial dan Pelayanan ASDP dan Harry Muhammad Adhi Caksono sebagai eks Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo mengatakan, pihaknya masih mempelajari salinan Keppres rehabilitasi tersebut.
Baca Juga: Update Banjir Bandang dan Longsor Sumut: 62 Warga Meninggal, 65 Masih Hilang
"Pagi ini kami sudah menerima surat dari Kementerian Hukum dan saat ini masih berprogres di internal KPK,” ungkap Budi Prasetyo kepada wartawan di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Jumat 28 November 2025.
Menurut Budi, pada dasarnya tak ada kendala dalam proses rehabilitasi Ira Puspadewi dan kawan-kawan.
Namun, kata dia, KPK baru menerima salinan Keppres itu pada Jumat pagi.
"Saya kira tidak ada kendala ya, jadi memang surat sudah kami terima pagi ini dan langsung kami proses di internal KPK,” katanya.
Baca Juga: Terima Keppres Rehabilitasi Ira Puspadewi Dkk, KPK Singgung Prosedur dan Tata Cara
Kekinian, internal KPK disebut masih mempelajari Keppres Rehabilitasi. Sebab, perkara ASDP sudah inkrah di mana para terdakwa terbukti melakukan perbuatan melawan hukum.
“Sehingga itu juga nanti kami akan cek ulang ya terkait dengan itu, apakah kemudian harus eksekusi dulu atau seperti apa,” sebutnya.
Diketahui, sebelum mendapatkan rehabilitasi, Ira dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta subsidair tiga bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dalam kasus korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN). Putusan itu dibacakan pada 20 November 2025.
Baca Juga: Menkeu Purbaya Respons Rencana Rosan Ajak Negosiasi Utang Whoosh ke China
“Mengadili, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Ira Puspadewi dengan pidana penjara selama empat tahun dan enam bulan penjara, dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan penjara,” kata Hakim Ketua Sunoto.
Hakim menilai, Ira tidak menikmati hasil korupsi, tetapi dianggap lalai sehingga menyebabkan keuntungan bagi PT JN sebesar Rp1,25 triliun.