KONTEKS.CO.ID - Badan Gizi Nasional (BGN) buka suara soal sedikitnya jumlah Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur makan bergizi gratis (MBG) di Jakarta.
Jika dibandingkan daerah lain, Ibu Kota tercatat jauh lebih minim fasilitas dapur gizi. Penyebabnya? Menurut BGN, harga tanah di Jakarta memang tak bersahabat.
Wakil Kepala BGN Nanik S. Deyang menjelaskan bahwa persoalan utama muncul karena keterbatasan lahan yang layak untuk membangun SPPG.
“Seperti di Cengkareng itu belum ada. Persoalannya biasanya harga tanah yang mahal, sewa pun mahal,” ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Kamis 20 November 2025.
Kondisi itu membuat penambahan dapur gizi tidak semudah di daerah lain.
Untuk mengatasi gap tersebut, BGN menyiapkan strategi baru. Salah satunya ialah menyewa lahan yang dibangun investor, seperti skema yang sudah diterapkan di wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal).
“Jadi mungkin ada investor yang membangun kemudian disewa oleh BGN,” kata Nanik.
Ia menegaskan komitmen BGN bahwa tidak boleh ada satu pun anak yang tertinggal dari program makan bergizi gratis.
"Pasti kami cari jalan lah supaya ada, tetap ada dapur itu,” tegasnya. BGN mengaku terbuka terhadap berbagai pendekatan, termasuk kolaborasi dengan pemerintah daerah maupun swasta.
Anggaran Jumbo dan Jangkauan Program
Kementerian Keuangan mencatat realisasi anggaran program MBG telah mencapai Rp41,3 triliun per 18 November 2025, atau 58,2 persen dari total pagu Rp71 triliun.
Penyerapan ini melesat dua kali lipat dibandingkan awal Oktober yang baru menyentuh 29 persen.
Hingga saat ini, program MBG telah menjangkau 41,9 juta penerima di seluruh Indonesia. Terdapat 15.369 SPPG yang beroperasi, meski distribusinya belum merata.