nasional

Gemas Protes Keras Soeharto Jadi Pahlawan Nasional Karena Diduga Terkait Pelanggaran HAM Berat

Senin, 10 November 2025 | 19:06 WIB
Pengangkatan Soeharto sebagai pahlawan nasional dinilai sebagai pengkhianatan terhadap cita-cita reformasi (Foto: Instagram/@cendana.archives)
 
KONTEKS.CO.ID – Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto (Gemas) mengecam keras pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto.
 
Demikian pernyataan sikap Gemas di Jakarta, Senin, 10 November 2025, menyikapi pemberian gelar tersebut kepada Soeharto.
 
Pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto menambah, bahkan menjadi puncak dari daftar panjang pemberian penghargaan secara serampangan oleh negara.
 
Baca Juga: Kritik Keras Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto, Ini Pernyataan Sikap GUSDURian
 
"[Pemberian gelar pahlawan] kepada para terduga pelaku pelanggaran hak asasi manusia (HAM)," ujar Gemas.
 
Gemas menilai demikian karena pemerintah sebelumnya juga memberikan pengahrgaan Tanda Kehormatan kepada tokoh-tokoh yang diduga terlibat berbagai peristiwa pelanggaran HAM berat.
 
Adapun sejumlah tokoh yang mendapat Tanda Kehormatan tersebut yakni Eurico Guterres, Prabowo Subianto, Sjafrie Sjamsoeddin, Wiranto, A. M. Hendropriyono, Abilio Jose Osorio Soares, dan Zacky Anwar Makarim.
 
Baca Juga: Reuters Soroti Kontroversi Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto: Pelaku dan Korban Penculikan Pembunuhan Berdampingan
 
Gemas menyatakan, pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto adalah sebuah tindakan yang cacat secara moral dan bersifat ahistoris.
 
Tindakan ini tidak bisa dimaknai hanya sebagai tindakan simbolik berupa pemberian penghargaan kepada seorang mantan presiden karena dianggap berkontribusi dalam peristiwa 1 Mei 1949.
 
Menurut Gemas, pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto menyiratkan pesan bahwa seluruh rekam jejak buruk dan berdarah yang dimiliki Soeharto selama menjadi presiden.
 
Baca Juga: Momen Haru Tutut Saat Ucap Terima Kasih ke Presiden Prabowo Usai Soeharto Resmi Dianugerahi Gelar Pahlawan
 
"Bahkan sejak dua setengah tahun sebelumnya, pada 1965, adalah hal yang wajar," ujarnya.
 
Kenyataan justru menunjukkan bahwa Soeharto telah meninggalkan warisan kelam dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat di Indonesia yang masih bisa dirasakan hingga hari ini.

"Di bawah komando Soeharto, jutaan nyawa menjadi tidak berarti dan telah melayang di tangan aparat negara," katanya.

Baca Juga: Fadli Zon Beberkan Jasa Soeharto Hingga Ditetapkan Jadi Pahlawan Nasional

Jabatannya sebagai orang nomor satu di Indonesia, lanjut Gemas, justru menjadi jalan bagi Soeharto dalam memperkaya dan menguntungkan diri sendiri, keluarga, dan kroni-kroninya melalui penyalahgunaan kekuasaan.

Soeharto telah menciptakan sistem kebijakan dan kehidupan bernegara yang berjalan dengan paradigma perusakan dan eksploitasi lingkungan.

Sejalan dengan kebijakannya yang diklaim atas nama pembangunan, negara telah merampas ruang hidup rakyatnya, termasuk ruang hidup masyarakat adat.

Baca Juga: Soeharto Pahlawan Nasional, PDIP: Pemerintah Seperti Tuli

Objektifikasi, penundukan, dan penindasan terhadap perempuan diinstitusionalisasikan oleh Soeharto dalam sistem dan tindakan kenegaraan.

Etnis Tionghoa didiskriminasi dan dipinggirkan secara sistematis oleh negara di bawah kepemimpinannya.

Baca Juga: Jika Soeharto Pahlawan Nasional, Bagaimana dengan Mahasiswa yang Gugur di Trisakti dan Semanggi?

Bukan hanya itu, kebebasan beragama dan berkeyakinan ditekan habis-habisan oleh negara, di antaranya dengan menerapkan Asas Tunggal Pancasila secara paksa dan menganggap aliran kepercayaan lokal sebagai tidak sah.

"Ruang-ruang intelektual dan berpikir kritis dibabat oleh negara, termasuk melalui genosida terhadap satu generasi intelektual Indonesia pada 1965," demikian Gemas.***

Tags

Terkini