KONTEKS.CO.ID - Pemerintah boleh berbangga menabalkan nama Soeharto ke dalam daftar Pahlawan Nasional.
Namun bagi mereka yang pernah merasakan represi, dikejar, ditangkap, bahkan kehilangan kawan dalam perjuangan reformasi, keputusan itu bukan penghormatan, melainkan pengkhianatan terhadap sejarah dan nurani bangsa.
Aktivis 98, Ignatius Indro menilai langkah pemerintah itu sebagai bentuk ironi sekaligus kemunduran moral.
Baginya, Soeharto bukan sosok yang layak dikenang sebagai pahlawan, melainkan simbol kekuasaan yang menindas dan memperkaya diri di atas penderitaan rakyat.
“Ironisnya, banyak tokoh yang diuntungkan oleh reformasi, termasuk mantan Presiden Joko Widodo, justru mendukung penetapan Soeharto sebagai pahlawan. Ini bentuk pengkhianatan terhadap semangat 1998. Tanpa reformasi, tidak akan ada Jokowi sebagai presiden. Tapi kini ia justru menegasikan sejarah yang melahirkan dirinya,” kata Indro dalam keterangannya, Senin, 10 November 2025.
Dia menilai, penetapan Soeharto sebagai pahlawan adalah tamparan keras bagi para korban Orde Baru, atau mereka yang dibungkam, dipenjara, atau kehilangan nyawa hanya karena bersuara.
"Ribuan orang menjadi korban pelanggaran HAM dari 1965 hingga 1998, dan mereka belum mendapatkan keadilan. Menjadikan Soeharto pahlawan berarti menampar wajah para korban dan keluarga mereka,” tegasnya.
Bagi Indro, bangsa yang melupakan luka masa lalunya akan tersesat dalam arus kekuasaan. Ia mengingatkan, jika Soeharto bisa disebut pahlawan, maka nasib mereka yang gugur dalam perjuangan reformasi seperti mahasiswa Trisakti dan Semanggi menjadi dipertanyakan.
“Kalau Soeharto bisa disebut pahlawan, lalu bagaimana dengan para mahasiswa yang gugur di Trisakti, Semanggi, dan banyak tempat lain? Apakah mereka hanya akan menjadi catatan kaki dalam sejarah bangsa ini?” kritik Indro.
Ia menegaskan bahwa reformasi bukan sekadar peristiwa politik dua dekade silam, tetapi amanat moral yang menuntut kejujuran terhadap sejarah.
“Mengangkat Soeharto sebagai pahlawan nasional adalah bentuk kemunduran sejarah. Ini pengkhianatan terhadap kebenaran, keadilan, dan cita-cita reformasi. Kami tidak akan diam menghadapi kebohongan yang dibungkus penghargaan,” ujarnya.***