KONTEKS.CO.ID - Kekecewaan membara datang dari kalangan aktivis 1998, menyusul keputusan pemerintah menetapkan Presiden RI kedua, Soeharto sebagai Pahlawan Nasional.
Bagi mereka, keputusan ini bukan sekadar penghargaan keliru, melainkan sebuah penghinaan terhadap darah, air mata, dan perjuangan rakyat yang menumbangkan rezim otoriter dua dekade lalu.
Ignatius Indro, aktivis 98 yang sejak lama vokal memperjuangkan nilai-nilai demokrasi, menyebut langkah pemerintah itu sebagai tamparan bagi sejarah reformasi dan korban rezim Orde Baru.
“Kami, para aktivis 98, marah dan kecewa. Pemerintah seolah tidak mendengar aspirasi masyarakat yang sejak awal menolak keras pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto. Bagaimana mungkin seorang diktator yang menciptakan korupsi sistemik, pelanggaran HAM, pembungkaman pers, dan represi terhadap rakyatnya justru diangkat menjadi pahlawan?” ujar Indro dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin, 10 November 2025.
Menurut Indro, keputusan ini menandakan hilangnya keberpihakan moral pemerintah terhadap sejarah dan keadilan.
Ia juga menyindir keras para pemimpin yang menikmati hasil reformasi namun kini justru melupakan amanatnya.
“Ironisnya, banyak tokoh yang diuntungkan oleh reformasi, termasuk mantan Presiden Joko Widodo, justru mendukung penetapan Soeharto sebagai pahlawan. Ini bentuk pengkhianatan terhadap semangat 1998. Tanpa reformasi, tidak akan ada Jokowi sebagai presiden. Tapi kini ia justru menegasikan sejarah yang melahirkan dirinya,” tegasnya.
Indro menyebut langkah pemerintah tersebut sebagai bentuk amnesia sejarah dan pelecehan terhadap korban Orde Baru.
Dirinya menegaskan, bangsa yang menutup mata terhadap luka masa lalu akan kehilangan nurani dan arah moral.
Baca Juga: Pemberian Gelar Pahlawan Nasional Kepada Soeharto Dinilai Merusak Hukum
“Soeharto bukan pahlawan. Ia simbol dari ketakutan, pembungkaman, dan keserakahan kekuasaan. Ribuan orang menjadi korban pelanggaran HAM dari 1965 hingga 1998, dan mereka belum mendapatkan keadilan. Menjadikan Soeharto pahlawan berarti menampar wajah para korban dan keluarga mereka,” ujarnya.
Seruan juga dilayangkan kepada masyarakat sipil, akademisi, dan generasi muda untuk tidak tinggal diam menghadapi penyelewengan sejarah.