KONTEKS.CO.ID - Praktik tambang emas ilegal (PETI) yang mengancam kawasan konservasi dan ikon pariwisata nasional terungkap di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Sebuah lokasi di dalam Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Prabu, yang hanya berjarak 11 kilometer dari Sirkuit Mandalika, kini telah disegel oleh Ditjen Gakkum Kehutanan (Gakkumhut) Kementerian Kehutanan.
Temuan ini bukan sekadar aktivitas ilegal biasa, melainkan sebuah borok yang kembali terbuka setelah bertahun-tahun.
Baca Juga: DWP Kementerian UMKM Gelorakan Kesadaran Terkait Kanker Payudara
Kronologi Tambang Emas Ilegal
Kepala Balai Gakkumhut Jabalnusra, Aswin Bangun, mengakui bahwa ini adalah masalah kambuhan.
Pihaknya sudah pernah melakukan operasi penertiban di lokasi yang sama pada tahun 2018, namun para pelaku kembali beroperasi.
Ini menunjukkan bahwa langkah-langkah persuasif yang dilakukan pasca-operasi 2018 telah gagal total.
Parahnya, temuan ini baru mendapat perhatian serius setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lebih dulu menyoroti adanya aktivitas ilegal masif di area tersebut.
Baca Juga: 2 Gempa Beruntun Guncang Sulawesi Utara dalam Sejam, BMKG Pastikan Tak Berpotensi Tsunami
Kepala Satgas Korsup Wilayah V KPK, Dian Patria, sebelumnya mengungkap bahwa tambang ilegal di Sekotong yang juga diidentifikasi oleh Gakkumhut mampu menghasilkan 3 kg emas dalam sehari.
Temuan KPK ini bermula dari laporan pembakaran basecamp yang diduga milik warga negara Cina pada Agustus 2024.
Kini, tim Gakkumhut yang menelusuri TWA Gunung Prabu pada Minggu, 25 Oktober 2025 menemukan kerusakan lingkungan yang nyata.
Di dalam kawasan konservasi itu, petugas mendapati tiga lubang bekas galian tambang yang telah ditinggalkan.
Meskipun tidak ada aktivitas saat ditemukan, lubang-lubang ini menjadi bukti bisu eksploitasi yang telah merusak ekosistem taman wisata tersebut.