Ia menilai, di era pemerintahan Prabowo, gelar pahlawan seolah bisa diberikan kepada siapapun, bahkan kepada sosok yang meninggalkan jejak kelam bagi bangsa.
“Di era pemerintahan Prabowo, mereka dengan sederet fakta negatif itu akan tetap dapat jadi pahlawan. Lalu, apa lagi makna penting gelar pahlawan itu?” sindirnya.
"Sejak Prabowo mengobral gelar pahlawan, maka sejak itu gelar tersebut kehilangan makna agungnya. Makna agung apa? Bahwa pahlawan itu adalah teladan dalam hidup berbangsa dan bernegara. Mereka adalah orang yang dapat dirujuk laku politik dan sosialnya," terang Ray.
Makna Sejati Pahlawan
Dalam pandangan Ray, pahlawan sejati bukanlah mereka yang berkuasa lama atau berjasa secara administratif, melainkan sosok yang meninggalkan keteladanan moral dan keberanian memperjuangkan rakyat.
Ia menyebut setidaknya ada lima ciri utama pahlawan sejati yaitu; membebaskan bangsa dari kebodohan, penindasan, dan kemiskinan, mendahulukan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi atau keluarga, tidak terlibat korupsi, kolusi, dan nepotisme, menjadi suluh dalam kegelapan zaman dan menghormati hak asasi manusia.
“Dari lima kriteria pahlawan ini, di mana kiranya posisi Soeharto ditempatkan? Maka dan oleh karena itulah, saya menolak Soeharto dinobatkan sebagai pahlawan," tegas Ray.
Sebagai salah satu aktivis yang turut memimpin massa pendudukan Gedung DPR/MPR pada 1998, Ray Rangkuti kembali menegaskan sikapnya tanpa ragu.
“Penolakan ini mungkin akan diabaikan. Tapi saya sudah menyatakan sikap dengan terang benderang yaitu menolak Soeharto sebagai pahlawan,” tandasnya.***