KONTEKS.CO.ID - Penetapan nama Soeharto sebagai Pahlawan Nasional yang hampir pasti diumumkan pada November 2025 mendatang dinilai sebagai puncak ironi dan kemunduran moral politik bangsa.
Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima), Ray Rangkuti menyebut, langkah tersebut sebagai bentuk nyata nepotisme, karena Presiden Prabowo Subianto yang tak lain adalah mantan menantu Soeharto akan menetapkan mantan mertuanya sendiri sebagai pahlawan.
“Presiden Prabowo, yang merupakan mantan menantu Soeharto, akan menetapkan mantan mertuanya sebagai pahlawan. Betapa kental aroma nepotisme di dalamnya,” kata Ray dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 28 Oktober 2025.
Menurut Ray, fakta bahwa Soeharto akhirnya mendapatkan gelar yang selama bertahun-tahun ditolak justru menunjukkan dominasi kepentingan keluarga dan politik, bukan penilaian objektif terhadap jasa dan keteladanan seseorang.
“Setelah berulangkali diusulkan dan ditolak, ternyata balutan nepotisme jugalah yang membawa Soeharto kepada gelar pahlawan. Balutan yang tak terlalu mengejutkan,” ujarnya.
Hidupkan Kembali Ajaran Nepotisme Soeharto
Ray menilai, langkah Prabowo itu justru menghidupkan kembali ajaran nepotisme yang pernah menjadi ciri khas rezim Orde Baru. Soeharto, kata dia, adalah tokoh yang membangun kultur politik berbasis keluarga dan kroni, bukan kepentingan rakyat.
“Itu seperti mengikuti kultur politik yang ditanamkan Soeharto sejak dahulu; dahulukan kepentingan keluarga, kelompok, baru sisihkan kepentingan bangsa dan negara,” tegasnya.
“Maka pemberian gelar pahlawan terhadap Soeharto oleh mantan menantu Soeharto seperti merawat ajaran nepotisme ala Soeharto untuk terus disuburkan," tambah Ray.
Lebih lanjut dia menambahkan, nepotisme dalam penetapan gelar ini bukan hanya persoalan etika, tetapi juga mengaburkan makna kepahlawanan itu sendiri.
Soeharto dan Luka Reformasi yang Belum Sembuh
Menurut Ray, pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto tak hanya bertentangan dengan semangat reformasi, namun juga mengkhianati sejarah.
Soeharto, kata dia, merupakan sosok yang identik dengan kolusi, korupsi, nepotisme (KKN), pelanggaran HAM, dan kemunduran demokrasi.