nasional

Setahun Prabowo-Gibran: Janji Populis Gagal hingga Demokrasi Melenceng dari Rel Reformasi

Kamis, 23 Oktober 2025 | 12:49 WIB
Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming Raka (Foto: BPMI Setpres RI)

KONTEKS.CO.ID - Satu tahun pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dinilai belum menunjukkan kemajuan berarti dalam memperkuat demokrasi dan menyejahterakan rakyat.

Alih-alih menghadirkan pemerintahan yang terbuka dan berkeadilan, kebijakan populis dan lemahnya komunikasi publik justru memperlebar jurang antara janji kampanye dan realitas di lapangan.

Melalui riset berbasis analisis media dan big data, Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia menegaskan bahwa keresahan publik yang terekam di media arus utama maupun media sosial adalah sinyal bahaya yang tidak boleh diabaikan.

Baca Juga: Bayang Jokowi di Setahun Pemerintahan Prabowo-Gibran: Media Panen Puji, Warganet Mencaci

Lembaga itu mendesak agar pemerintah segera melakukan langkah-langkah perbaikan serius demi menyelamatkan arah demokrasi dan memulihkan kepercayaan publik.

"Tepat satu tahun masa pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Oktober 2024-Oktober 2025), pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program Asta Cita. Meski berbagai klaim keberhasilan disampaikan, banyak temuan dari masyarakat sipil dan akademisi justru memperlihatkan kesenjangan antara janji populis kampanye dan realitas kebijakan di lapangan," terang Direktur DEEP Indonesia, Neni Nur Hayati, dalam siaran persnya, Kamis, 23 Oktober 2025.

Program-program seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), Proyek Strategis Nasional (PSN), Food Estate, dan Andantara disebut perlu dievaluasi bahkan dihentikan bila terbukti lebih banyak menimbulkan kerugian bagi masyarakat ketimbang manfaat.

Lebih lanjut, DEEP menyoroti kegagalan komunikasi pejabat publik dan elite politik yang dinilai kerap menimbulkan kebingungan serta memicu kemarahan masyarakat.

Minimnya transparansi, empati, dan akuntabilitas disebut memperlemah kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Baca Juga: Setahun Prabowo-Gibran: Celios Beri Rapor Merah, Mayoritas Publik Dorong Reshuffle Besar-besaran

"Pemerintah diimbau untuk memperkuat protokol komunikasi kepresidenan, membangun dialog dua arah, dan lebih banyak mendengar suara rakyat ketimbang berbicara defensif. Dalam komunikasi politik, kemampuan mendengar adalah bentuk tertinggi dari penghormatan terhadap rakyat," paparnya.

Dengan dukungan politik besar di parlemen, Neni menilai pemerintahan saat ini sangat rentan terhadap moral hazard dan praktik bagi-bagi kekuasaan.

Menurut dia, lemahnya mitigasi risiko dan pengawasan menyebabkan sentimen negatif publik terhadap pemerintah terus meningkat di berbagai platform media sosial.

Halaman:

Tags

Terkini