KONTEKS.CO.ID - Direktur Eksekutif Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengusut dugaan praktik mark up skandal proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh yang sejak awal sarat masalah dan kental aroma korupsi.
Lembaga antirasuah itu kata dia, tidak perlu menunggu lama untuk memanggil pihak-pihak yang terlibat dalam proyek itu.
"Kalau kita bilang KPK-nya masih dapat dipercaya, independen, ini seharusnya adalah KPK (yang mengusut). Ya mungkin ada orang-orang kementeriannya yang masih bertahan di situ. Ya, bisa saja. Tapi rezimnya ini sudah tidak ada beban," ungkap Anthony dalam podcast Madilog di channel YouTube Forum Keadilan TV, yang tayang pada Senin, 20 Oktober 2025.
Baca Juga: Dugaan Markup Proyek Whoosh 'Mengerikan', Ekonom Sebut Pembengkakan Biaya Tak Wajar Harus Diselidiki
Selain itu lanjut Anthony, DPR juga perlu dilibatkan dalam mendorong audit investigasi terhadap proyek yang kini menjelma menjadi beban fiskal "raksasa" dengan bunga mencapai Rp2 triliun per tahun, tanpa arah penyelesaian yang jelas terebut.
"Ini harus diusut. Dan yang kedua adalah tentu saja DPR harus proaktif mengatakan ini harus ada audit. Karena ini sudah ada kata-kata minta dibantu dengan APBN. Jadi DPR harus itu (ikut proaktif)," tegasnya.
"Dan yang utamanya lalu kemudian melibatkan dari komponen masyarakat karena ini audit investigasi, ini harus ada special task force untuk hal ini. Itu lebih mengena, karena lebih mengurangi kecurigaan-kecurigaan bahwa di sini pemerintahan yang lalu itu masih mencengkeram," tambah Anthony.
Namun, dirinya menyayangkan karena hingga saat ini belum ada "pergerakan" dari DPR untuk menelusuri skandal proyek triliunan itu, apalagi sampai mengangkat persoalan ini ke ranah peradilan.
"Belum pernah (ada tindak lanjut DPR). Jadi begini, bahwa mereka pun hanya menyikapinya, oh iya ini harus diselamatkan," kata dia.
"Ini bukan masalah diselamatkan. Ini harus masalah penegakan dari hukumnya ini dulu. Penegakan hukumnya, apakah benar ada mark up, kenapa harga bisa segitu, ini bisa dipertanyakan, kan semuanya transparan semua," timpal mantan Rektor Institut Bisnis Indonesia, Jakarta ini.
Proses Tender Dinilai Tidak Profesional
Anthony menyebut proses evaluasi proyek sangat tidak profesional dan cenderung berpihak pada pihak tertentu, sehingga melanggar prinsip pengadaan barang publik.
Jepang kemudian digugurkan karena meminta jaminan APBN, sementara China yang awalnya mengaku tidak perlu jaminan APBN justru kini meminta suntikan dana negara.