Amanat tersebut mewajibkan negara membiayai pendidikan dasar dan mendukung satuan pendidikan lain secara adil. “Karena itu, setiap kebijakan atau keputusan anggaran yang memperlebar kesenjangan pendidikan sesungguhnya sebagai bentuk pengingkaran terhadap konstitusi,” tambahnya.
Dasar Hukum Ponpes UU No 18 Tahun 2019
Ia menjelaskan, pesantren memperoleh dasar hukum yang kuat melalui Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. UU ini menegaskan pengakuan, perlindungan, dan pemberdayaan oleh negara.
Semangat di dalam UU ini seharusnya menjadi cermin bagi seluruh kebijakan pendidikan nasional. Yakni, setiap lembaga pendidikan, tanpa memandang bentuk dan basisnya, memiliki hak yang sama untuk memperoleh dukungan negara.
Baca Juga: Kementerian UMKM Fasilitasi Para Pengusaha Mikro Yogyakarta Naik Kelas
Jika negara membantu pesantren, lanjut dia, maka bantuan serupa juga seharusnya diterapkan bagi sekolah swasta kecil, madrasah. Pun lembaga pendidikan komunitas yang selama ini menopang proses pencerdasan di akar rumput.
Masalahnya, sesal Kusfiardi, kebijakan pendidikan nasional masih jauh dari prinsip keadilan tersebut. Dana pendidikan terserap besar ke birokrasi dan institusi negeri yang mapan, sementara lembaga berbasis masyarakat sering dibiarkan berjalan sendiri.
Dia mengkritik bantuan yang diberikan pun kerap bersifat insidental dan politis, bukan sistematis dan berkelanjutan. Akibatnya, kesenjangan kualitas dan fasilitas antarlembaga pendidikan semakin melebar.
“Sementara janji pemerataan pendidikan terus menjadi retorika tahunan tanpa realisasi yang signifikan,” kritik Co-Founder FINE Institute itu.
Baca Juga: Menkeu Purbaya Soroti Maraknya Penyelewengan di Pemda, Tekankan Tata Kelola Uang Publik
Padahal publik kini menuntut perubahan mendasar. Jika negara benar-benar ingin menegakkan amanat konstitusi, maka kebijakan pendidikan harus berlandaskan pada prinsip equity—keadilan dalam akses dan kebutuhan—bukan equality yang seragam di atas kertas.
Ditegaskannya, dukungan negara seharusnya lebih besar bagi lembaga pendidikan yang memiliki peran sosial tinggi. Tetapi mengalami keterbatasan sumber daya, seperti pesantren dan sekolah swasta kecil di daerah tertinggal.
“Prinsip equity inilah yang menjadi roh dari keadilan sosial sebagaimana diamanatkan konstitusi,” ucapnya mengingatkan.
Atalia Praratya Temui Ketua PCNU Kota Bandung
Kabar terkininya, adanya upaya meredam ketegangan publik. Pada 15 Oktober 2025, Atalia Praratya bertemu Ketua PCNU Kota Bandung KH Ahmad Haedar, serta perwakilan Kementerian Agama dan Forum Pesantren Jawa Barat.
Baca Juga: Kasus Korupsi Bansos, KPK Usut Mekanisme Distribusi 5 Juta Paket Bansos Beras 2020
Dalam pertemuan itu, ia menegaskan komitmennya untuk mendukung kemajuan pesantren melalui alokasi 20% anggaran pendidikan nasional bagi akses yang lebih adil.