KONTEKS.CO.ID - Bola panas utang jumbo proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh kini menggelinding liar.
Utang senilai Rp118 triliun yang hampir setara dengan total anggaran Kementerian Kesehatan untuk satu tahun disebut para ekonom sebagai "bom waktu" yang siap meledak.
Di tengah situasi ini, pemerintah dan konsorsium BUMN saling lempar tanggung jawab, meninggalkan pertanyaan besar tentang siapa yang akan membayar janji manis proyek "tanpa APBN" yang kini merugi tersebut
Kepanikan mulai terasa saat Chief Operating Officer (COO) Danantara, Dony Oskaria, menyodorkan dua opsi penyelamatan kepada pemerintah.
Baca Juga: Puluhan Narapidana Bengal Dikirim ke Lapas Super Ketat Nusakambangan
Opsi pertama adalah pemerintah menyuntikkan modal tambahan kepada PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Opsi kedua, lebih drastis, pemerintah diminta mengambil alih seluruh infrastruktur, membiarkan PT KCIC hanya menjadi operator.
Langkah ini seolah menjadi pengakuan bahwa konsorsium BUMN tak lagi sanggup menanggung beban sendirian.
Bagaimana tidak? Pendapatan tiket sepanjang 2024 yang diperkirakan sekitar Rp1,5 triliun bahkan tak cukup untuk menutupi bunga utang tahunan ke China Development Bank (CDB) yang mencapai hampir Rp2 triliun.
Baca Juga: Prabowo Siapkan 20.000 Prajurit TNI untuk Misi Perdamaian Gaza, Tunggu Keputusan DK PBB
Kerugian terus menumpuk, dan PT KAI sebagai pemimpin konsorsium menjadi yang paling tertekan.
Namun, tawaran Danantara itu dimentahkan dengan tegas oleh Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa.
Logikanya sederhana, Danantara sebagai lembaga yang kini mengelola dividen BUMN senilai Rp80 triliun per tahun, seharusnya mampu menyelesaikan masalah bisnisnya sendiri.
"Jangan kita lagi," cetus Purbaya, menegaskan utang ini adalah urusan business-to-business (B2B).