nasional

Dua Guru Besar JR Kepmendikbudristek 63 Tahun 2025 Karena Diskriminatif dan Kontra UU

Kamis, 2 Oktober 2025 | 07:23 WIB
Prof Tumanggor dan tim kuasa hukumnya menyampaikan keterangan terkait JR Kepmendikbudristek Nomor 63 Tahun 2025. (KONTEKS.CO.ID/Setiawan)

"SK 137 dan SKF 138 tentang Pengangkatan Dosen Tidak Tetap Program Studi Dokter Hukum Fakultas Hukum di lingkungan Universitas Bayangkara atas nama Prof Tumanggor dan Prof Laksanto Utomo," katanya.

Neslon menyampaikan, fakta hukumnya telah terbukti bahwa telah terjadi diskriminasi atau Kepmen tersebut bertentangan dengan UU Guru dan Dosen serta UU Sisdiknas.

Melalui permohonan ini, ujar Nelson, para pemohon menegaskan komitmen untuk memastikan bahwa setiap kebijakan dan regulasi di bidang pendidikan tinggi harus tetap berada dalam kerangka hukum nasional yang berlaku.

Baca Juga: Tanah Nganggur 2 Tahun Bisa Diambil Negara? Ini Penjelasan Guru Besar UKI Prof Aartje Tehupeiory

"Harus selaras dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan yang berkeadilan, profesional, dan berkelanjutan," katanya.

Adapun petitum dalam JR ini, yakni memohon agar MA menyatakan bahwa Kepmen Nomor 63 Tahun 2025 bertentangan dengan UU Guru dan Dosen serta UU Sisdiknas.

"Menyatakan Kepmen Nomor 63 tidak sah, tidak berlaku secara umum, dan memerintahkan menteri untuk mencabut Kepmen Nomor 63 karena bertentangan dengan undang-undang di atasnya," kata dia.

Baca Juga: Istana Tampung Desakan Guru Besar Unpad Copot Menkes Budi Gunadi Sadikin

Prof Tumanggor dan Prof Laksanto mengharapkan MA mengabulkan permohonan hak uji materiil yang telah diajukan tersebut sesuai petitum permohonan.

"Harapan kita, Mahkamah Agung bisa membatalkan atau mengubah atau mengembalikkan seperti sebelumnya bahwa dosen yang ber-NIDK itu tetap NIDK, bisa juga menjadi rasio dosen dan jadi salah satu persyaratan dalam rangka membuka [program] S3," kata Prof Tumanggor.***

Halaman:

Tags

Terkini