KONTEKS.CO.ID - Kementerian Pertahanan (Kemhan) melaporkan majalah Tempo ke Dewan Pers terkait pemberitaan yang menyebut Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengusulkan penerapan darurat militer kepada Presiden Prabowo Subianto.
Kepala Biro Informasi Pertahanan Kemhan, Brigjen Frega Wenas Inkiriwang, membenarkan adanya laporan tersebut. Ia mengatakan, surat tertanggal 8 September 2025 sudah dikirim, dan diterima Dewan Pers pada 9 September.
Menurut Frega, informasi yang ditulis Tempo tidak benar. Ia menegaskan tidak pernah ada pembahasan ataupun draf pengajuan darurat militer di internal Kemhan.
Baca Juga: Kapolda Irjen Pol Rudi Darmoko Ikut Melepas Peserta Tour de NTT 2025, Seru!
“Saya sudah mengecek ke Biro Hukum, Biro Peraturan Perundang-undangan, dan Biro Tata Usaha. Sama sekali tidak ada pembahasan maupun pengajuan darurat militer,” kata Frega kepada Tirto.id, Rabu, 10 September 2025.
Ia juga menyayangkan media sebesar Tempo memuat informasi yang menurutnya tidak akurat.
“Berita ini sama sekali tidak benar, dan kami menyayangkan Tempo bisa menyampaikan informasi yang menyesatkan,” ujarnya.
Baca Juga: Purbaya Sebut Prabowo Setuju Tarik Rp200 Triliun Dana Ngendap di BI, Ini Peruntukannya
Menanggapi laporan itu, Wakil Pemimpin Redaksi Tempo, Bagja Hidayat, mengatakan, pihaknya masih melakukan pengecekan ke Dewan Pers.
Sementara Ketua Dewan Pers, Komarudin Hidayat, menyebut aduan tersebut sedang dikaji.
Desakan ke Presiden
Koalisi Masyarakat Sipil menilai pelaporan Kemhan terhadap Tempo berpotensi mengancam kebebasan pers. Mereka mendesak Presiden Prabowo Subianto turun tangan menegaskan komitmen pemerintah terhadap demokrasi.
“Kami memandang laporan Kemhan kepada Dewan Pers terkait liputan Majalah Tempo yang dituduh hoaks justru berisiko mengancam kebebasan pers dan demokrasi,” tulis Koalisi Masyarakat Sipil dalam keterangan resminya, Rabu, 10 September 2025.
Baca Juga: Mahfud MD Ungkap Kekecewaan Sri Mulyani Usai Rumah Dijarah, Nangis Disamakan dengan Sahroni
Koalisi menekankan, isu darurat militer bukan sekadar wacana biasa, melainkan kebijakan berisiko tinggi karena bisa membatasi kebebasan sipil.