KONTEKS.CO.ID - Kelompok masyarakat sipil resmi melaporkan dugaan praktik rangkap jabatan oleh 33 wakil menteri dan dua menteri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu, 20 Agustus 2025.
Laporan ini disampaikan oleh Themis Indonesia, Transparency International Indonesia (TII), dan Pandekha FH UGM.
Mereka menilai praktik rangkap jabatan bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga membuka celah korupsi di tubuh pemerintahan dan BUMN.
Baca Juga: Skuad Merah Putih Terbang ke Paris untuk BWF World Championships 2025, Target Juara Disiapkan
Potensi Konflik Kepentingan dan Korupsi
Reza Syawawi, Knowledge Management Officer TII, menegaskan rangkap jabatan tidak bisa dianggap sepele.
“Rangkap jabatan menciptakan potensi korupsi karena penghasilan ganda dari dua posisi berbeda,” kata Reza.
Ia juga mengingatkan kembali pidato Presiden Prabowo Subianto pada 15 Agustus 2025 yang menegaskan korupsi masih jadi masalah besar di birokrasi.
Namun, rangkap jabatan justru menunjukkan praktik yang bertentangan dengan semangat reformasi.
Baca Juga: BWF 2025: Dua Pasangan Eropa Disebut Jadi Kuda Hitam, Indonesia Jadi Lapar Gelar
Belajar dari Kasus Asabri dan Jiwasraya
Sejarah kasus besar di BUMN, seperti PT Asabri dan PT Jiwasraya, membuktikan bahwa pengawasan komisaris yang lemah bisa berujung kerugian negara hingga triliunan rupiah.
Masyarakat sipil menilai, rangkap jabatan komisaris oleh wakil menteri hanya akan memperlemah fungsi pengawasan, menimbulkan konflik kepentingan,
Bahkan berpotensi menyalahi penggunaan anggaran.
Baca Juga: Diseret KPK, Harta Immanuel Ebenezer alias Wamenaker Noel Tembus Rp17,62 Miliar