nasional

Hendropriyono Sebut 4 Hal Kritis di Balik Prabowo Izinkan Pengibaran Bendera One Piece saat Hari Kemerdekaan RI

Rabu, 13 Agustus 2025 | 20:16 WIB
Jenderal TNI Purn Abdullah Mahmud Hendropriyono memberikan renpons terkait pengibaran bendera anime One Piece. (Ist)

 

KONTEKS.CO.ID - Guru Besar Ilmu Filsafat Intelijen Negara Prof Jenderal TNI (Purn) Abdullah Mahmud Hendropriyono (AMH) ikut memberikan komentar terkait pengibaran bendera anime One Piece.

Pengibaran bendera One Piece menjadi perhatian publik karena berlangsung di momen menjelang Hari Kemerdekaan RI. Sehingga dianggap sebagai salah satu bentuk perlawanan terhadap kondisi negara saat ini.

Bendera ini awalnya dikibarkan oleh Aliansi Pengemudi Logistik Nusantara pada Juli 2025 lalu. Kemudian menginsipirasi sejumlah kelompok di tengah masyarakat bukan hanya untuk mengkritik pemerintah, tapi juga menggugat falsafah negara, Pancasila.

Baca Juga: Partainya Sendiri Setuju Usulan Hak Angket dan Pemakzulan Sudewo Sebagai Bupati, Gerindra Beri Respons

Presiden Prabowo Subianto sendiri sudah mengizinkan pengibarannya pada 17 Agustus 2025 oleh sekelompok masyarakat. Dengan catatan bukan untuk tujuan provokatif.

“Saya kira maksud pernyataan Presiden itu sebenarnya pembatasan niat dan perilaku dari kelompok tersebut, meskipun secara simbolik Beliau mengizinkan,” kata Hendropriyono kepada wartawan seusai Peringatan Hari Veteran Republik Indonesia di Balai Sarbini Jakarta, Rabu 13 Agustus 2025.

Mantan Kepala BIN itu menjelaskan, kalau diuraikan, pertama pada konteks izin. Presiden membolehkan bendera One Piece dikibarkan di bawah Merah Putih pada HUT RI nanti.

“Jelas bendera Merah Putih tetap di posisi paling terhormat karena berada di posisi teratas. Dengan demikian, bendera lain hanya pelengkap, bukan pengganti. Sama dengan bendera perkumpulan olah raga sepak bola yang bertujuan kerja sama tim, untuk memperoleh kemenangan sportif,” paparnya.

Baca Juga: Jelang PSG Vs Tottenham, Enrique Ungkap Motivasi dan Keputusan Singkirkan Donnarumma 

Jadi bukan seolah-olah suatu bendera budaya dan kultural yang ternyata bertujuan politik seperti bendera OPM pada 1999 silam.

“Kedua, makna jangan provokatif. Artinya, kegiatan itu tidak boleh menimbulkan kegaduhan atau persepsi penghinaan oleh kelompok masyarakat lain terhadap simbol negara,” tambahnya.

Pengibarannya tak boleh digunakan untuk menyindir, menyerang, atau mengajak massa pada suatu agenda politik dengan tujuan ideologi tertentu.

“Ketiga, logika politiknya. Presiden memberi ruang karena menganggap sebagai kreativitas generasi muda, yang memanfaatkan tren budaya pop (One Piece), untuk memeriahkan perayaan kemerdekaan,” tutur AMH.

Halaman:

Tags

Terkini