KONTEKS.CO.ID - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengungkap adanya dugaan penguasaan pulau-pulau kecil di wilayah Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB) oleh warga negara asing (WNA).
Temuan ini memicu kekhawatiran serius terkait potensi pelanggaran hukum agraria dan ancaman terhadap kedaulatan wilayah Indonesia.
Dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa, 1 Juli 2025, Nusron menyampaikan bahwa pihaknya kini sedang menelusuri proses hukum yang menyebabkan pulau-pulau tersebut bisa dikuasai oleh pihak asing.
Baca Juga: Puan Desak Pemerintah Segera Evakuasi Selebgram WNI yang Ditahan di Myanmar
“Ini ada beberapa kejadian, enggak tahu dulu prosesnya bagaimana, tiba-tiba tanah itu atau pulau tersebut dikuasai oleh beberapa orang asing. Ada di Bali dan di NTB,” ujar Nusron.
Ia menambahkan bahwa meskipun belum diketahui secara detail legalitas dokumen kepemilikannya, pulau-pulau tersebut kini sudah tampak dibangun dan dikembangkan menjadi resor dan rumah-rumah pribadi yang mencantumkan nama asing sebagai pemilik.
“Secara kasat mata, pulau tersebut itu dibangun rumah, dibangun resor atas nama asing,” katanya.
Baca Juga: Tiga Tahun Otsus Papua: BP3OKP Dinilai Gagal Hadirkan Keadilan dan Wapres Gibran Gagal
Kementerian ATR Kirim Tim Investigasi
Menanggapi temuan ini, Kementerian ATR/BPN telah menurunkan tim khusus untuk melakukan verifikasi legalitas, menelusuri dokumen, dan memastikan status kepemilikan tanah serta pulau-pulau tersebut.
“Kita cek ke Dirjen, legal standing-nya kayak apa. Tapi secara aturan itu kalau dimiliki asing, enggak boleh,” kata Nusron.
Ia juga menekankan bahwa berdasarkan regulasi pertanahan di Indonesia, kepemilikan pulau oleh warga negara asing tidak diperbolehkan secara hukum.
Namun, kerja sama antara badan hukum Indonesia dengan pihak asing untuk pengelolaan, bukan kepemilikan, masih diperbolehkan dalam batas dan mekanisme yang telah ditentukan.
“Kalau WNI atau badan hukum Indonesia bekerja sama dengan investor asing, yang diperbolehkan adalah pengelolaannya, bukan kepemilikannya,” kata Nusron.