Dijelaskan Menag Yaqut, bahwa Pancasila adalah simbol mengukuhkan pendirian NKRI yang merdeka. Berfungsi praktis dan dipilih untuk menjamin suatu kesatuan dan integrasi politik yang bernama Republik Indonesia.
"Dengan itu, Pancasila diposisikan sebagai visi bersama bagi pencapaian tujuan-tujuan Negara-Bangsa yang diperjuangkan. Pancasila adalah sign of unity," katanya.
Kemudian Pancasila juga dikukuhkan sebagai wawasan politik atau dasar negara. Terlihat dari konstruksi Soekarno yang secara eksplisit mengkomparasikan Pancasila secara setara dengan filsafat dan ideologi-ideologi lain seperti Marxisme, Liberalisme, dan San Min Chu’i.
Meski begitu kata Menag Yaqut, Pancasila bukan suatu ideologi politik partikular yang tertutup dan sistematis-total sebagaimana Marxisme maupun Liberalisme. Presiden Soekarno sendiri lebih menekankan ’fungsi implisit’ Pancasila sebagai sign of unity untuk republik yang merdeka.
Seperti dalam rumusan lain, Prof. Mohamad Hatta, bahwa Pancasila mengandung dua fundamen. Fundamen moral (Sila Pertama dan Kedua) dan fundamen politik (Sila Ketiga, Keempat dan Kelima).
Dengan itu, bila ditafsirkan dalam kerangka politik kewargaan, Negara Pancasila dapat dipahami sebagai negara yang mendorong rakyatnya hidup berdasarkan prinsip-prinsip moral- berketuhanan dan berkemanusiaan dan prinsip-prinsip politik- menjaga persatuan, berdemokrasi dan menjunjung keadilan sosial-.
"Saya berkeyakinan bahwa prinsip-prinsip Pancasila bersifat by default dalam alam pikiran dan prilaku orang Indonesia. Ia menyediakan sarana restrospektif, yang dibutuhkan terutama di saat-saat orang Indonesia secara kolektif menghadapi persoalan-persoalan besar yang dihadirkan oleh sejarah dan zamannya," ujar Menag.
Disampaikan Menag, sejauh ia hidup dalam perilaku kewargaan, maka Pancasila akan lebih tumbuh justru melalui mekanisme laku, bukan melalui mekanisme eksplisitasi yang serba verbal.