Selanjutnya, pihak KemenkopUKM telah memecat dua pegawai honorer dan sanksi berat berupa penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama satu tahun dari kelas jabatan 7 menjadi kelas jabatan 3 kepada dua orang Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Kini, ketika kasus kembali dibuka, KemenkopUKM mengakomodir kepentingan korban dengan membentuk Tim Independen dengan dua tugas utama, yaitu mencari fakta dan memberikan rekomendasi penyelesaian kasus kekerasan seksual maksimal satu bulan.
“Tugas lainnya adalah merumuskan Standar Operasional Prosedur (SOP) internal penanganan tindak pidana seksual KemenkopUKM selama jangka waktu tiga bulan,” kata Teten.
Tim Independen terdiri dari unsur Kemenkop yang diwakili Staf Khusus Menkop Bidang Ekonomi Kerakyatan Riza Damanik, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Aktivis Perempuan Sri Nurherwati, Ririn Sefsani, dan Ratna Bataramunti.
Teten mengatakan, audiensi bersama aktivis perempuan itu menjadi pertemuan yang sangat produktif untuk mencari solusi penanganan kasus kekerasan seksual.
"KemenkopUKM tidak mentolerir praktik tindak kekerasan seksual. Kalau saat ini dianggap masih belum memenuhi azas keadilan, segera kami tindak lanjuti," kata dia.
Pihaknya, kata Teten, berkomitmen menerapkan standar baku penanganan kasus terkait kekerasan seksual dan mengupayakan pembentukan sistem penanganan yang lebih baik terutama untuk korban, mulai dari pendampingan fisik dan mental hingga konseling.
“Kasus ini sekaligus menjadi momentum untuk kami menyiapkan SOP pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Saya sudah bertemu keluarga korban dan kita akan mengakomodir tuntutan dari keluarga korban," kata dia.