Pertama, di survei-survei misalnya PPP ini terancam tidak lolos. Kedua PPP nyaris kehilangan momentum politik karena Suharso jarang tampil sebagai Ketum Partai, dan malah kelihatan banyak bicara sebagai menterinya presiden. Ketiga tentu sering kali blunder, ada kesan PPP ini semakin ingin menjauhkan dari basis konstituen politiknya yang ulama, yang kiyai dan pesantren-pesantren itu.
"Tiga variable ini kemudian menjelaskan ketika ada keseleo lidah soal amplop kiyai itu ya menjadi triger Suharso dikudeta di tengah jalan," ujarnya. []