Sementara di Sumatra Barat, banjir bandang membawa kayu berukuran besar yang menunjukkan hadirnya pembalakan hutan di hulu kawasan rawan longsor. Hal ini mengubah sungai-sungai menjadi aliran lumpur raksasa yang menyapu rumah dan lahan pertanian masyarakat.
Pemetaan Pelaku Industri yang Menguasai Hulu DAS
Pada artikel keempat, ada pengungkapan tumpang-tindih konsesi yang membuka hulu sungai di Aceh–Sumut–Sumbar.
Di Aceh, beberapa perusahaan mineral dan batubara yang beroperasi di zona merah kerawanan, seperti PT Lhoong Setia Mining, PT Aceh Baro Coal, hingga PT Beutong Mining Indonesia, memicu retakan bukit dan sedimentasi sungai.
Baca Juga: Persib Mulai 'Panaskan Mesin' Jelang Hadapi Borneo FC, Bojan Hodak Absen karena Gangguan Kesehatan
Di Sumut, konsesi tambang emas dan HTI besar semisal PT Toba Pulp Lestari menciptakan perubahan lanskap masif yang melemahkan daya serap air dan menambah risiko banjir bandang.
Sedangkan di Sumbar, perluasan perkebunan sawit di kaki bukit serta operasi HPH menghilangkan sistem penyangga alami. Hal ini membuat banjir bandang terus berulang dari tahun ke tahun
Hulu DAS Rusak adalah Akar Masalah Banjir Sumatra 2025
Di artikel ketiga, terdapat fokus yang menggarisbawahi bahwa penyebab utama banjir besar 2025 ialah hilangnya tutupan hutan di hulu DAS.
Kemudian terjadunya pemecahan lereng oleh jalan industri, sedimentasi ekstrem di sungai, serta penempatan proyek energi-infrastruktur di zona rawan.
Baca Juga: Tiba di Jakarta, Gembong Narkoba Dewi Astuti Langsung Dicecar Aliran Dana Jaringan Internasional
Banjir yang datang kali ini bukanlah sekadar air. “Yang turun adalah gunung,” kata seorang warga Pasaman Barat—menggambarkan besarnya skala kerusakan yang terjadi.
Bencana Sumatra Jadi Peringatan untuk Papua
Charles menegaskan, apa yang terjadi di Sumatra harus menjadi alarm keras bagi seluruh wilayah di Indonesia khususnya di Papua, khususnya di wilayah-wilayah yang tengah mengalami ekspansi pertambangan mineral dan energi.
Bukan hanya itu, bencana ini juga rawan bagi wilayah yang mengalami perluasan perkebunan monokultur, pembangunan jalan dan infrastruktur yang memotong kontur lereng, dan peningkatan eksploitasi hutan dan wilayah adat.
Peta aktivitas pembangunan di Pulau Papua saat ini menunjukkan pola awal yang sangat mirip dengan keadaan Aceh–Sumut–Sumbar sebelum bencana banjir bandang dan tanah longsor terjadi di 2025.
Baca Juga: Persib Mulai 'Panaskan Mesin' Jelang Hadapi Borneo FC, Bojan Hodak Absen karena Gangguan Kesehatan
“Jika tata ruang, izin, dan pengawasan tidak diperkuat, Papua berpotensi memasuki siklus bencana yang sama. Yakni, aliran air yang tak terkendali, longsor di lereng-lereng curam, dan banjir di dataran rendah,” sebutnya.
Artikel Terkait
Bencana di Pulau Sumatera, LBH Medan Desak Pemerintah Moratorium Semua Izin Konsesi di Kawasan Hutan
Update Bencana Sumatera, BNPB: 708 Meninggal Dunia dan 499 Jiwa Hilang
Satgasud TNI AU Distribusikan Logistik Korban Bencana Daerah Terisolir Pakai Metode Hely Box
Mahfud MD Bongkar Akar Bencana Sumatra: Ada Perusahaan Besar Merusak Hutan Besar-besaran Puluhan Tahun!
Dipanggil Menghadap ke Istana, Ketua MPR Ungkap Ikhtiar Maksimal Prabowo Tangani Bencana 3 Provinsi