“Status kriptonya di Indonesia masih sebagai komoditas, sedangkan banyak kejahatan melibatkan kripto sebagai media transaksi. Ini membuat penanganan kasus seringkali tidak langsung menyentuh inti masalah,” papar Aghia.
Akibat ketidakselarasan tersebut, kripto kerap hanya dipandang sebagai sarana dalam tindak kejahatan, bukan bagian sentral yang turut diproses secara hukum.
Aghia menekankan pentingnya pelatihan metode pelacakan aset berbasis digital forensik, yang dinilai menjadi teknik paling optimal dalam investigasi kasus kripto.
“Metode digital forensik ini masih belum familiar bagi sebagian aparat, padahal inilah pendekatan paling efektif untuk menelusuri portofolio aset digital,” tuturnya.
Baca Juga: Langkah Praktis Mendaftar Kartu Lansia Jakarta 2025
Saat ini, sebut Aghia, hanya Kejaksaan yang telah memiliki pedoman spesifik untuk penanganan kasus kripto, termasuk protokol pelacakan wallet.
Aghia berharap pedoman serupa dapat segera diadopsi dan diintegrasikan secara nasional oleh seluruh aparat penegak hukum. ***
Artikel Terkait
Soroti Adopsi Kripto di RI Peringkat 7 Dunia, BI Siapkan Tandingan Lewat Rupiah Digital Model Stablecoin
Mabes Polri Tangkap Haker dalam Kasus Perampokan Kripto di Inggris
Edan! Modal KTP Curian di OpenSea, Hacker Bandung Kuras Rp6,6 Miliar dari Raksasa Kripto London
Pidato Gibran di KTT G20: Tekankan Keadilan Global, Akses Pembiayaan Iklim, hingga Tantangan Kripto
Pendiri Terraform Labs, Do Kwon Minta Divonis Ringan 5 Tahun Penjara Kasus Penipuan Kripto