KONTEKS.CO.ID – Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (Ubhara Jaya), Prof Laksanto Utomo, mengatakan,terdapat tantangan yang perlu dicarikan solusi untuk menjadikan kearifan lokal sebagai basis restorative justice (RJ) nasional.
"Tantangannya bagaimana mengintegerasikan RJ berbasis kearifan lokal dalam sistem hukum nasional," katanya dalam seminar nasional bertajuk "Restorative Justice: Konsep, Implementasi, dan Potensi Permasalahan" di Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (Ubhara Jaya), Bekasi, akhir pekan ini.
Menurutnya, ini perlu dicarikan jalan keluar karena kerifan lokal ini mempunyai kesamaan dengan skema RJ.
"Tantangannya bagaimana mengintegerasikan RJ berbasis kearifan lokal dalam sistem hukum nasional," katanya dalam seminar nasional bertajuk "Restorative Justice: Konsep, Implementasi, dan Potensi Permasalahan" di Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (Ubhara Jaya), Bekasi, akhir pekan ini.
Menurutnya, ini perlu dicarikan jalan keluar karena kerifan lokal ini mempunyai kesamaan dengan skema RJ.
Baca Juga: Prof Gayus Lumbuun: KUHAP Baru Wajib Atur RJ
Prof Laks mengungkapkan, tantangan ini muncul karena Indonesia kaya akan kearifan lokal.
"Standardisasi RJ yang berbasis kearifan lokal sangat beragam dan sulit distandarkan di tingkat nasional," katanya.
Selain itu, adanya dualisme hukum, yakni hukum positif dan hukum adat, meskipun hukum positif mengakui keberadaan hukum adat.
Baca Juga: PSI Ingatkan Kejati DKI, Penerapan RJ dalam Kasus Mario Dandy Salah Kaprah
"Dualisme hukum, hukum positif versus hukum adat yang sering dan acap kali berbenturan," ujarnya.
Kemudian, lanjut Laksanto, ada sejumlah hal yang disampaikan pegiat gender dan hak asasi manusia (HAM).
"Dalam beberapa praktik adat, masih ada risiko bias patriarki atau diskriminasi," katanya
Kendala selanjutnya, untuk kepastian praktik adatnya kadang sulit diterjemahkan dalam kerangka nasional.
"Dualisme hukum, hukum positif versus hukum adat yang sering dan acap kali berbenturan," ujarnya.
Kemudian, lanjut Laksanto, ada sejumlah hal yang disampaikan pegiat gender dan hak asasi manusia (HAM).
"Dalam beberapa praktik adat, masih ada risiko bias patriarki atau diskriminasi," katanya
Kendala selanjutnya, untuk kepastian praktik adatnya kadang sulit diterjemahkan dalam kerangka nasional.
Baca Juga: Lontarkan RJ Mario Cs, Pakar Hukum: Kajati DKI Kurang Piknik
"Dari kacamata sosiologi bahwa kans sosial mengembalikan keseimbangan di Indonesia sangat sejalan sebetulnya dengan nilai kearifan lokal dan hukum adat," katanya.
Menurut Prof Laks, integerasi RJ berbasis kearifan lokal ini sangat penting untuk mengintegrasikan RJ berbasis kearifan lokal.
"Serta dalam sistem hukum nasional untuk menjamin kepastian hukum dan keadilan serta perlindungan asasi manusia," katanya.***
"Dari kacamata sosiologi bahwa kans sosial mengembalikan keseimbangan di Indonesia sangat sejalan sebetulnya dengan nilai kearifan lokal dan hukum adat," katanya.
Menurut Prof Laks, integerasi RJ berbasis kearifan lokal ini sangat penting untuk mengintegrasikan RJ berbasis kearifan lokal.
"Serta dalam sistem hukum nasional untuk menjamin kepastian hukum dan keadilan serta perlindungan asasi manusia," katanya.***
Artikel Terkait
Mario dan AG Dikenakan Pasal 355 KUHP, Nggak Masuk Kategori, Kenapa Kajati DKI Tawarkan RJ?
Warganet Desak Mahfud MD Turun Tangan Selidiki Motif Kajati DKI Tawarkan RJ Mario Cs
PSI Ingatkan Kejati DKI, Penerapan RJ dalam Kasus Mario Dandy Salah Kaprah
Lontarkan RJ Mario Cs, Pakar Hukum: Kajati DKI Kurang Piknik
Prof Gayus Lumbuun: KUHAP Baru Wajib Atur RJ