• Minggu, 21 Desember 2025

Perdebatan Hak Kekayaan Intelektual Kian Menarik Dihubungkan dengan Politik Hukum

Photo Author
- Senin, 25 Agustus 2025 | 05:58 WIB
Ketua Harian Peradi R Dwiyanto Prihartono mengatakan, politik hukum RUU KUHAP harus dikaji mendalam. (KONTEKS.CO.ID/Setiawan)
Ketua Harian Peradi R Dwiyanto Prihartono mengatakan, politik hukum RUU KUHAP harus dikaji mendalam. (KONTEKS.CO.ID/Setiawan)
KONTEKS.CO.ID – Ketua Harian Peradi, R Dwiyanto Prihartono, menilai perdebatan soal hak kekayaan intelektual (intellectual property rights) kian menarik jika dihubungkan dengan politik hukum.
 
"Kita sangat gencar dan berkali-kali melakukan perubahan mengenai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kekayaan intelektual, hak cipta, merek, paten, dan sebagainya. Itu adalah bagian kekayaan intelektual," katanya dikutip di Jakarta pada Senin, 25 Agustus 2025.
 
Dwi mengungkapkan, UU Hak Cipta ini tidak lepas dari keterikatan Indonesia dengan World Trade Organization (WTO). Pasalnya, ada satu dokumen yang menjadikan perlindungan hak cipta atau kekayaan intelektual wajib dilaksanakan oleh anggota WTO.
 
 
"Yang dikenal dengan istilah TRIPS [Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights]," ujarnya.
 
Ia mengatakan, poin utama dari ketentuan WTO tersebut menekan negara anggotanya untuk turut melindungi kekayaan intelektual. Indonesia menjadi bagian yang ikut tertekan. 
 
Dwi menilai, ini mirip ketika Indonesia menjadi anggota IMF dan mendapat pinjaman dari lembaga keuangan tersebut dengan berbagai syarat yang harus dipenuhi.
 
Menurutnya, ini kembali mengundang tanya terkait politik hukum Indonesia, apakah ketentuan soal hak kekayaan intelektual tersebut sesuai atau tidak dengan kondisi nasional.
 
 
"Atau kita memikirkan lagi ada sedikit perbedaan atau banyak perbedaan negara Republik Indonesia yang di dalamnya ada budaya yang sedikit berbeda dengan internasional," ujarnya.
 
"Nah, tapi sekarang keadaannya seluruh peraturan perundang-undangan kekayaan intelektual kita sudah mengikuti apa yang distandardisasi oleh WTO berdasarkan TRIPS," ujarnya. 
 
Menurut Dwi, tidak menjadi salah kalau Indonesia mulai me-review lagi apakah secara politik hukum itu sudah tepat atau review-nya seperti apa sehingga menjadi cocok untuk diterapkan di Indonesia.***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Setiawan Konteks

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X