• Minggu, 21 Desember 2025

Hasil Penelitian Ungkap Buzzer Sudah Jadi Industri Baru, Peneliti Belanda Desak Pemerintah Indonesia Tegas

Photo Author
- Sabtu, 23 Agustus 2025 | 17:11 WIB
Peneliti Belanda sebut hasil penelitian kejahatan siber mengungkap buzzer atau pendengung sudah menjadi industri baru di Indonesia. (undp)
Peneliti Belanda sebut hasil penelitian kejahatan siber mengungkap buzzer atau pendengung sudah menjadi industri baru di Indonesia. (undp)

KONTEKS.CO.ID – Telah hadir industri baru sebagai ladang mencari untung di Indonesia, Namanya buzzer alias pendengung.

Kemunculan industri baru itu disampaikan antropolog politik komparatif University of Amsterdam, Ward Berenschot, saat mengikuti workshop di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.

Ward Berenschot menilai fenomena pendengung atau buzzer di dunia maya kini sudah menjadi suatu industri di Indonesia.

Baca Juga: Tepis Hoaks Soal IKN, Gibran Pastikan Proyek Dilanjutkan Hingga Tuntas Sebagai Bukti Pembangunan Tidak Lagi Jawa Sentris

"Kami sudah melakukan riset selama lima tahun mengenai fenomena kejahatan siber di Indonesia," ungkap Ward, mengutip Antara, Sabtu 23 Agustus 2025.

Dikatakan, riset berlangsung dengan melakukan wawancara terhadap orang-orang dengan “profesi” buzzer. Mereka mengerti bagaimana cara kerja dan dari mana uang yang digunakan untuk membiayai berasal.

"Temuannya memang (buzzer) menjadi industri karena justru banyak elite politik, elite bisnis yang mendanai tentara siber tersebut guna memengaruhi opini publik di media sosial," jelasnya.

Ward berharap hasil penelitian ini bisa meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai fenomena buzzer. Pemerintah Indonesia juga wajib membuat kebijakan guna menyetop fenomena tersebut.

Baca Juga: Noel Ebenezer Pelihara Laku Lancung Pengurusan Seritifikat K3 di Kemenaker

Dia menegaskan, suatu akun media sosial wajib jujur saat unggahannya dibayar dan harus transparan.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Rektor IV Undip Semarang, Wijayanto mengatakan, alasan penelitian ini dilakukan di Indonesia ialah agar negara ini menjadi salah satu pengguna media sosial terbesar. Adanya praktik pemilihan langsung juga jadi alasan.

Merujuk hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan tentang perlunya peningkatan literasi digital, etika politik, dan transparansi platform digital.

"Kita harus membantu memastikan ruang publik bebas dari kabar bohong dan tak mudah dimanipulasi," katanya. ***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Iqbal Marsya

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X