• Senin, 22 Desember 2025

Koalisi Perempuan Sebut Omongan Menteri Kebudayaan Fadli Zon soal Pemerkosaan Massal 1998 Menyakitkan

Photo Author
- Senin, 16 Juni 2025 | 15:15 WIB
Kementerian Kebudayaan gelar pelatihan bela negara, Fadli Zon sampaikan pesan (Dok: Kementerian Kebudayaan)
Kementerian Kebudayaan gelar pelatihan bela negara, Fadli Zon sampaikan pesan (Dok: Kementerian Kebudayaan)

KONTEKS.CO.ID - Pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyebut tidak ada pemerkosaan massal dalam tragedi Mei 1998 menuai kritik tajam dari berbagai pihak.

Anggota Koalisi Perempuan Indonesia, Siti Ummul Khoir, menyebut pernyataan tersebut sangat menyakitkan bagi para penyintas kekerasan seksual.

Menurutnya, negara kembali gagal menunjukkan empati dan tanggung jawab terhadap luka sejarah yang dialami perempuan.

"Luka kekerasan seksual tidak bisa dihapus hanya dengan satu pernyataan pejabat negara," tegasnya dalam konferensi pers “Perkosaan Mei 1998 Bukan Rumor” yang digelar secara daring, akhir pekan kemarin.

Baca Juga: Fadli Zon Hujan Kritik Seusai Ragukan Fakta Pemerkosaan Massal 1998

Ia menilai, pengingkaran terhadap kekerasan seksual hanya akan memperpanjang trauma yang masih dirasakan para penyintas hingga kini.

Ia juga menekankan negara wajib menghadirkan kebenaran sejarah yang berpihak pada keadilan dan pemulihan korban.

Koalisi Perempuan Indonesia, kata Ummul, menolak segala bentuk revisi sejarah yang menghilangkan suara korban.

Ia mengingatkan bahwa proses rekonsiliasi dan pemulihan tidak mungkin terjadi jika negara terus menutupi kenyataan pahit yang pernah terjadi.

Baca Juga: Menbud Fadli Zon Tegaskan Tolak Tambang Nikel di Raja Ampat: Jangan Sampai Merusak

Ia juga mengapresiasi karya budaya yang merekam sejarah kekerasan terhadap perempuan, termasuk cerpen “Clara” karya Seno Gumira Ajidarma.

“Cerpen Clara itu bukan sekadar sastra, tapi bukti kultural bahwa kekerasan itu nyata, bukan ilusi politik,” ungkapnya.

Ummul mengajak generasi muda untuk membangun narasi tandingan yang berangkat dari suara korban.

“Kita perlu keberanian untuk tetap mengingat dan mencatat, agar sejarah tidak dihapus seenaknya,” katanya.***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ari DP

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X