KONTEKS.CO.ID - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap transaksi judi online di Indonesia capai Rp1.200 triliun pada 2025, melonjak dari Rp981 triliun di tahun sebelumnya.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menyatakan bahwa lonjakan tersebut mencerminkan betapa masif dan sistematisnya jaringan perjudian daring di tanah air.
Ia menyebut, maraknya judi online tidak lagi sekadar masalah sosial, melainkan telah menjelma menjadi ancaman serius bagi stabilitas ekonomi, keuangan, dan bahkan keamanan nasional.
Baca Juga: Preview Manchester United Vs Wolverhampton: Setan Merah Siap Balas Kekalahan
“Tantangan tindak pidana pencucian uang (TPPU), pendanaan terorisme (TPPT), dan proliferasi senjata pemusnah massal (PPSPM) akan terus berkembang, terlebih dengan semakin luasnya penggunaan teknologi baru seperti aset kripto dan platform online lainnya,” ujar Ivan dalam pernyataan tertulis, Jumat, 18 April 2025.
Angka yang Melampaui Batas Nalar
Peningkatan lebih dari Rp 200 triliun dalam waktu kurang dari satu tahun menunjukkan kecepatan perkembangan transaksi judi online yang luar biasa.
Pada November 2024, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Budi Gunawan, bahkan telah memberi sinyal darurat ketika ia mengumumkan bahwa perputaran dana judi daring telah mencapai Rp 900 triliun.
Baca Juga: Preview Ipswich Town Vs Arsenal: Misi The Gunners Kejar Liverpool
Presiden Prabowo Subianto, dalam beberapa kesempatan, juga menegaskan bahwa judi online telah menjadi penyakit sosial yang merusak generasi muda dan menggerus moral serta ekonomi masyarakat dari akar rumput hingga elite.
8,8 Juta Pemain Judi Online, Termasuk Anak di Bawah Umur
Data PPATK mengungkap bahwa terdapat 8,8 juta pemain judi online aktif di Indonesia. Ironisnya, mayoritas berasal dari kelompok ekonomi menengah ke bawah, yang justru menjadi pihak paling rentan terhadap dampak ekonomi dari kecanduan judi.
Sebanyak 1,9 juta di antaranya merupakan pekerja swasta, 97 ribu anggota TNI dan Polri, serta 80 ribu anak-anak di bawah usia 10 tahun.
Fenomena ini bukan sekadar kriminalitas, melainkan gejala sosial yang kompleks. Anak-anak usia dini yang terpapar judi daring menjadi sinyal kegagalan literasi digital dan perlindungan konsumen di era internet terbuka.
Sinyal Bahaya yang Terabaikan
Seiring masifnya pertumbuhan judi online, PPATK dan kementerian/lembaga terkait memperkuat kerja sama lintas sektor.
Artikel Terkait
Rekam Jejak Patrick Kluivert Dikuliti, dari Utang Judol 1 Juta Euro hingga Dugaan Terlibat Match Fixing Mafia Bola
Strategi 'Delete' Iklan Judol yang Sering Muncul di Layar YouTube Kalian
Divhubinter Polri Pulangkan Puluhan WNI Judi Online dari Filipina
Eksklusif! Roy Suryo Bongkar 5 Nama Perusahaan Legal Judi Online
Dugaan Keterlibatan Judi Online di Kamboja, Gerindra: Fitnah dan Insinuasi Tingkat Tinggi pada Sufmi Dasco