Bahkan ada yang menyebut film ini seperti “tugas PPKn anak SMA” karena alurnya terprediksi dan minim kejutan.
Baca Juga: Prada Lucky Tewas Disiksa Senior, Komisi I DPR Desak TNI Prioritaskan Reformasi Internal
Kritik juga mengarah pada dugaan bahwa proyek ini dibuat terburu-buru demi memanfaatkan momen besar HUT RI, alih-alih fokus membangun kualitas yang layak bersaing di pasar animasi global.
Dibandingkan dengan Animasi Lokal Lain
Kontroversi makin panas ketika film ini dibandingkan dengan karya animasi lokal lain seperti Jumbo, yang mendapat pujian berkat visual rapi dan narasi solid.
Perbandingan ini mempertegas bahwa talenta animator Indonesia sebenarnya ada, tapi proyek Merah Putih: One for All dinilai tidak memanfaatkannya secara maksimal.
Baca Juga: Atasi Vertigo, Gregoria Siapkan Kacamata Hitam Khusus di Kejuaraan Dunia 2025
Kasus Merah Putih: One for All jadi contoh nyata bahwa ekspektasi publik terhadap animasi lokal sudah naik.
Industri ini tidak lagi bisa mengandalkan semangat nasionalisme atau momen besar saja.
Penonton ingin karya yang orisinal, dieksekusi dengan baik, dan sepadan dengan dana yang dihabiskan.
Jika tidak ada evaluasi, film-film bertema nasional bisa kehilangan daya tarik dan malah jadi bahan kritik tahunan.
Publik kini menunggu apakah tim produksi akan memberi klarifikasi soal alokasi anggaran dan proses kreatif di balik film ini.***
Artikel Terkait
5 Anime Seru di Netflix yang Wajib Ditonton Akhir Pekan, Bukan Cuma One Piece!
Umi Tatu, Ibunda Uje Diperiksa Polisi soal Dugaan Penipuan Umrah, Pastikan Umi Pipik Tak Terlibat
Netflix Rilis Cuplikan Perdana One Piece Season 2, Umumkan Lanjut ke Season 3
Dahsyatnya Tinju El Rumi, Sekali Pukul Bahu Jefri Nichol Langsung Dislokasi
Kontroversi Duel Tinju Jefri Nichol Vs El Rumi, Kalah TKO 38 Detik: Duel Panas Berakhir Antiklimaks