KONTEKS.CO.ID - Pemerintah menargetkan penyederhanaan sertifikasi halal bagi UMKM pangan.
Hal ini untuk meningkatkan daya saing global dan memastikan akses yang lebih inklusif bagi pelaku usaha kecil.
Sejak Oktober 2024, Indonesia telah memberlakukan regulasi yang mewajibkan semua produk lokal dan impor yang diperdagangkan di dalam negeri tidak masuk dalam ‘Positive List’.
Baca Juga: Konferensi Kota Toleran 2025, Daerah Pamer Inovasi Toleransi hingga Parade Lintas Iman
Bila masuk ‘Positive List’ berarti harus bersertifikat halal, termasuk makanan dan minuman.
Namun, aturan ini belum diterapkan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) karena berbagai kendala.
Penegakan diperkirakan baru dimulai pada Oktober 2026.
Baca Juga: Jadwal Pertandingan Australia Open 2025: 4 Wakil Indonesia Bertanding, Paling Berat Ganda Putri
“UMKM adalah tulang punggung perekonomian Indonesia dan transisi menuju sertifikasi halal memiliki tantangan yang besar,” kata Dr. Mamat Salamet Burhanudin.
Mamat adalah Kepala Pendaftaran dan Sertifikasi Halal Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama.
Ia menyampaikan itu dalam acara Fi Asia 2025 di Bangkok, Thailand.
Baca Juga: Puluhan Daerah Deklarasi Percepatan Ekosistem Toleransi di Konferensi Kota Toleran 2025
“Bagi banyak pelaku UMKM, proses yang dijalankan perusahaan besar terlalu rumit dan biayanya tinggi,” kata Mamat.
“Namun, karena Indonesia adalah negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, transisi ini tetap diperlukan.”