ekonomi

Guru Besar Ekonomi Sebut Redenominasi Rupiah Dinilai Berisiko Tinggi dan Mahal

Senin, 10 November 2025 | 08:00 WIB
Rupiah menguat di awal pekan. (freepik)

KONTEKS.CO.ID - Guru Besar Ekonomi Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menilai rencana Pemerintah melakukan redominasi rupiah bukan prioritas mendesak.

Malahan menurutnya redenominasi ini bisa mengalihkan perhatian dari tantangan Pemerintah dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi.

“Redenominasi hanya pengalihan dari pekerjaan besar yang belum selesai,” kata Syafruddin, akhir pekan kemarin.

Baca Juga: Ini Enam Kemampuan Wajib Dimiliki Advokat

“Indonesia tidak butuh ilusi stabilitas dalam bentuk nilai nominal baru.”

“Indonesia lebih butuh pertumbuhan yang bermakna bagi rakyatnya,” ujar Syafruddin.

Lebih jauh ia menganggap redenominasi bakal memakan biaya besar, plus kerumitan teknis yang tinggi.

Baca Juga: Garuda Indonesia Hadapi Sengketa Bisnis di Singapura dan AS

Itu karena ada pencetakan uang baru, pembaruan perangkat lunak perbankan, dan sistem akuntansi.

Belum lagi perubahan miliaran label harga, kontrak, hingga laporan keuangan di seluruh bidang.

“Semua itu membutuhkan dana besar, waktu panjang, dan kampanye edukasi publik berskala nasional,” katanya.

Baca Juga: Viral Ular Piton 6 Meter Seret Pemuda ke Sungai, Duel Sengit hingga Nyaris Tewas Terlilit

Risiko lain menurut Syafruddin ketika masa transisi uang lama ke uang baru, akan beredar bersamaan menciptakan duplikasi administratif, ketidakpastian konsumen, bahkan peluang terjadinya penipuan.

“Hal ini bisa mengganggu kepercayaan terhadap harga dan kestabilan ekonomi,” ujar Syafruddin.***

Tags

Terkini

Stok Aman, Pemerintah Putuskan Stop Impor Beras 2026

Sabtu, 20 Desember 2025 | 15:45 WIB