KONTEKS.CO.ID - Pengusaha yang dikenal sebagai Andrew Susanto, pemilik jaringan Pusat Gadai Indonesia (PGI), mengungkapkan bahwa perusahaannya belum memiliki rencana untuk melantai di bursa atau melakukan Initial Public Offering (IPO) dalam waktu dekat.
Bukan karena tidak siap berbisnis, Alasan utamanya yakni kekhawatiran terhadap nasib investor ritel jika saham perusahaannya dimainkan oleh para market maker.
Hal itu dia ungkapkan dalam sebuah video yang diunggah di Kanal YouTube Leon Hartono pada, Sabtu 20 September 2025. Dia menjelaskan bahwa ia belum memahami sepenuhnya "permainan" di pasar modal.
Ia memiliki ketakutan jika PGI melangsungkan IPO saat ini, sahamnya bisa saja dinaikkan secara drastis oleh market maker lalu kemudian dibanting jatuh.
"Nanti orang yang beli di atas rugi kasihan," ujarnya, menunjukkan kepeduliannya terhadap potensi kerugian yang bisa dialami oleh investor publik mengutip Minggu, 21 September 2025.
Selain itu, kini PGI belum membutuhkan dana segar dari IPO. Menurutnya, sebuah perusahaan yang melakukan IPO harus memiliki tujuan yang jelas untuk penggunaan dana tersebut.
Baca Juga: Viral! ASN Curhat Menteri Widiyanti Minta Air Galon untuk Mandi, Bikin Staf Kewalahan
"Orang IPO itu kan harus tahu ya duitnya buat apa," jelasnya. "Kalau aku mau IPO berarti kan harus untuk, 'aku tahun depan mau buka 5.000 cabang jadi aku butuh duit'," tambahnya sebagai contoh tujuan ekspansi yang logis.
Ketika disinggung mengenai ide untuk melakukan fundraising dari pasar modal untuk membeli aset lain seperti emas, meniru strategi Michael Saylor dengan Bitcoin, Andrew menyatakan keraguannya.
Ia merasa regulator kemungkinan besar tidak akan mengizinkan hal tersebut karena bisnis inti PGI adalah gadai, bukan investasi emas.
Baca Juga: Horor Indonesia Tembus Pasar Internasional di Asian Contents and Film Market
Pada akhirnya, keputusan untuk menunda IPO didasari oleh prinsip kehati-hatian, tidak adanya kebutuhan mendesak akan modal, dan keinginan untuk melindungi calon investor dari risiko pasar yang tidak terkendali. ***