KONTEKS.CO.ID - PT Gudang Garam Tbk (GGRM), salah satu produsen rokok terbesar di Indonesia, menghadapi tekanan berat di tengah lesunya industri tembakau nasional.
Perseroan mencatat penurunan laba bersih hingga 81,57% pada 2024, dari Rp5,32 triliun menjadi hanya Rp980,8 miliar, berdasarkan laporan Keterbukaan Informasi Bursa Efek Indonesia (BEI).
Dampak dari krisis ini turut dirasakan oleh petani tembakau di Temanggung, Jawa Tengah. Gudang Garam dipastikan tidak akan membeli tembakau dari wilayah tersebut untuk musim panen 2025, setelah sebelumnya juga menghentikan pembelian pada 2024.
Baca Juga: Ridwan Kamil Mesra Bareng Atalia Usai Gugat Lisa Mariana Rp105 Miliar, Netter: Samawa Lovebird
“Kami kemarin visit industri dalam rangka ingin menanyakan lagi apakah beli tembakau Temanggung atau tidak. Ternyata 2025 masih tidak beli,” ujar Bupati Temanggung Agus Setyawan, Senin 16 Juni 2025, usai kunjungan ke kantor pusat Gudang Garam di Kediri.
Menurut Agus, Gudang Garam mengaku memiliki stok bahan baku tembakau yang cukup untuk empat tahun ke depan. Persediaan tersebut membuat perusahaan memilih menghentikan pembelian dari petani lokal, termasuk dari Temanggung yang dikenal sebagai salah satu produsen tembakau terbaik di Indonesia.
Pukulan Ganda: Cukai Naik dan Rokok Ilegal Membanjir
Gudang Garam menyebutkan bahwa anjloknya kinerja keuangan tidak lepas dari kenaikan tarif cukai rokok yang mendorong harga jual melambung, sehingga konsumen beralih ke rokok murah dan ilegal. Perusahaan juga mengaku kesulitan bersaing dengan pabrikan rokok kecil dan menengah yang lebih fleksibel dalam menjangkau pasar.
Baca Juga: Cantik Tanpa Melukai Alam, Ini Jejak Produk Skincare Lokal Label Premium dari Hutan Indonesia
Fenomena ini turut diperkuat oleh data Indodata Research Center, yang mencatat bahwa sepanjang 2024, peredaran rokok ilegal meningkat pesat dan menyebabkan potensi kerugian negara hingga Rp97,81 triliun. Dari total rokok ilegal yang beredar, 95,44 persen di antaranya adalah rokok tanpa pita cukai (polos).
“Peredarannya meningkat dari 28 persen menjadi 46 persen dalam kurun tiga tahun terakhir,” ujar Direktur Eksekutif Indodata, Danis Saputra Wahidin, dikutip dari Antara.
Jenis rokok ilegal lainnya mencakup rokok palsu (1,95 persen), salah peruntukan (1,13 persen), rokok bekas (0,51 persen), dan salah personalisasi (0,37 persen).
Baca Juga: Timnas Putri Indonesia Trending Topic di X: Kalahkan Kirgistan 1-0, Warganet Puji Garuda Putri
Nasib Petani Tembakau di Ujung Tanduk
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan keberlangsungan mata pencaharian petani tembakau di daerah seperti Temanggung, Wonosobo, dan Magelang. Pemerintah daerah hanya bisa menyampaikan aspirasi, mengingat kewenangan kebijakan cukai dan tata niaga tembakau berada di level pemerintah pusat.
“Ini sebenarnya bukan kebijakan pemkab, karena urusan tembakau berada di pemerintah pusat,” tambah Agus.