KONTEKS.CO.ID - PT Bank Aladin Syariah Tbk. (BANK) menutup tahun 2024 dengan rugi bersih sebesar Rp73,72 miliar, namun torehan ini menandai perbaikan besar dibandingkan rugi Rp226,73 miliar yang diderita pada tahun sebelumnya.
Bank digital syariah pertama di Indonesia ini mencatat penyusutan rugi hingga 67,48 persen. Rugi per saham dasar pun ikut mengecil, dari Rp16 pada 2023 menjadi hanya Rp5 di akhir 2024.
Perbaikan kinerja tersebut tak lepas dari lonjakan penyaluran pembiayaan. Pembiayaan Aladin tumbuh 53,08 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp4,74 triliun. Hal Ini menunjukkan peran Aladin yang semakin aktif dalam menyalurkan dana ke sektor riil.
Baca Juga: Karyawan BRI Bobol Deposito Nasabah Hingga Rp18 Miliar untuk Main Judol
Naiknya Bagi Hasil dan Dana Pihak Ketiga
Dalam laporan keuangan yang dirilis Minggu, 20 April 2025, hak bagi hasil milik bank tercatat naik 42,71 persen yoy menjadi Rp304,61 miliar, seiring dengan meningkatnya portofolio pembiayaan.
Dari sisi penghimpunan dana, Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Aladin juga melonjak 66,20 persen yoy menjadi Rp5,41 triliun.
Namun, pertumbuhan ini masih banyak bergantung pada deposito mudharabah, yang menyumbang porsi terbesar sebesar Rp4,74 triliun, naik hampir 73 persen dibandingkan tahun lalu.
Baca Juga: Svargabumi Borobudur: Hidden Gem Fotogenik Dekat Candi Borobudur yang Lagi Hits Banget!
Instrumen tabungan syariah seperti tabungan mudharabah pun ikut meningkat, meski tidak secepat deposito. Dana yang terkumpul dari tabungan mudharabah tumbuh 30,26 persen yoy menjadi Rp665,21 miliar.
Risiko Dijaga, Ekspansi Dilanjutkan
Meski agresif menyalurkan pembiayaan, Bank Aladin tetap menjaga kualitas aset. Tingkat pembiayaan bermasalah atau Non Performing Financing (NPF) tetap rendah, yakni 0,04 persen secara gross dan 0,03 persen secara net, salah satu yang terendah di industri perbankan.
Meski demikian, Bank Aladin mengakui terdapat pembiayaan yang direstrukturisasi mencapai Rp903 miliar.
Meski masuk dalam kategori kolektibilitas lancar, hal ini menjadi perhatian tersendiri dalam neraca risiko ke depan. ***