Sementara itu, BNPB membutuhkan tambahan anggaran khusus untuk kebutuhan operasional manajemen kebencanaan.
"Anggaran di DIPA 2026 sebesar Rp495 miliar ini memang hanya cukup untuk kegiatan rutin organisasi dan kepegawaian,” sebutnya.
Baca Juga: Kampus Tanpa BEM, Kebebasan Akademik Dipreteli, LMID Desak Reformasi Total UTA'45 Jakarta
Sementara, Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios), Media Askar menyebut bahayanya pemangkasan anggaran penanggulangan bencana tersebut.
"Ini logika kebijakan yang tidak masuk akal. Indonesia negara rawan bencana, tapi anggaran lembaga kebencanaan justru dipangkas,” ujar Media Askar menukil laporan tangselpos.id.
Pemangkasan, kata Media, tak hanya memukul fase tanggap darurat, tapi juga mitigasi dan pencegahan.
Dia juga mengatakan bahwa BNPB tak hanya menangani fase tanggap darurat melainkan juga memperkuat kapasitas pemda, pelatihan mitigasi, sampai kesiapan alat dan personel.
Bahkan, dia menyebut, Kementerian Pekerjaan Umum (PU) berdampak lantaran sempitnya ruang untuk melakukan pemulihan infrastruktur.
Media menilai, tekanan fiskal salah satunya dipicu oleh program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menyedot Rp335 triliun di APBN 2026.
"Efisiensi besar-besaran terjadi karena pembiayaan program ini. Dampaknya terasa dari pusat sampai daerah,” sebutnya.***
Artikel Terkait
BNPB: Jumlah Korban Banjir dan Tanah Longsor Sumatra Barat Bertambah Menjadi 129 Orang dan 118 Lainnya Masih Hilang
Korban Bencana Sumatra-Aceh Tembus 442 Jiwa, BNPB: Ratusan Hilang, Pengungsi Capai 140 Ribu Orang
Terisolir 50 Km, BNPB Akui Tapanuli Jadi PR Terberat Penanganan Bencana Tiga Provinsi
Viral Penjarahan Minimarket di Lokasi Bencana, BNPB: Belum Makan Berhari-hari, Bukan Niat Jahat!
Hambat Penanganan Darurat Bencana, BNPB Minta PLN Segera Perbaiki Jaringan Listrik di Tapanuli Tengah