Wilayah Afrika juga mencatat peningkatan ekspor sebesar 30,2 persen menjadi 1,8 juta kantong, terutama berkat panen baik di Ethiopia dan Uganda.
Sementara itu, ekspor dari Amerika Tengah dan Meksiko naik 4,1 persen, menunjukkan tanda pemulihan setelah penurunan akibat pandemi dan perubahan iklim dalam beberapa tahun terakhir.
Tren penurunan ekspor secara global telah mendorong harga kopi ke rekor tertinggi.
Menurut laporan Reuters dan Associated Press, harga Robusta yang banyak diproduksi oleh Vietnam dan Indonesia telah melonjak tajam.
Hal ini dipicu karena kekurangan stok dan peningkatan permintaan dari negara-negara konsumen utama seperti Amerika Serikat.
Baca Juga: Profil Bayu Prawiro, Runner-up World Brewers Cup 2025, Perjalanan dari Agribisnis ke Barista Kopi
Namun, situasi diperumit kebijakan tarif impor AS. Pemerintah Amerika memberlakukan tarif hingga 46 persen untuk kopi dari Vietnam dan 32 persen untuk kopi dari Indonesia.
Langkah ini dimaksudkan untuk menyeimbangkan neraca perdagangan, tetapi justru membebani pelaku industri kopi di AS.
Terutama para pemanggang kopi kecil dan menengah yang sudah menghadapi harga bahan baku tinggi.
Indonesia sendiri mencatat tren pemulihan. Pada April 2025, ekspor Robusta dari wilayah Lampung, Sumatra, mencapai 14.384 ton, naik signifikan dari bulan sebelumnya.
Baca Juga: Mantap Nih Kopi Kamu, Coffee Shop Pertama di Jakarta, Baristanya Penyandang Down Syndrome
Proyeksi untuk musim 2025/2026 memperkirakan total ekspor kopi Indonesia mencapai sekitar 11,3 juta kantong.
Namun, tantangan tetap ada. Produksi kopi dalam negeri masih dibayangi cuaca yang tidak menentu dan perlunya peremajaan pohon kopi.
Sementara dari sisi pasar, Indonesia perlu mendorong diversifikasi produk, terutama kopi olahan.
Hal itu untuk memperluas akses pasar global dan meningkatkan nilai tambah.
Artikel Terkait
Ngopi Rasa Eksperimen! Ini 5 Kafe Jakarta yang Sajikan Kopi dengan Cara Anti Mainstream
Kopi RI Disukai Dunia, Tapi Kenapa Masih Sulit Bersaing di Pasar dunia?