• Senin, 22 Desember 2025

OJK Soroti Ledakan Pengguna Paylater: Mudah Digunakan, Tapi Bahayakan Masa Depan Finansial

Photo Author
- Kamis, 22 Mei 2025 | 09:45 WIB
OJK mengindikasikan sejumlah perusahaan fintech mengalami masalah, baik itu modal maupun kredit macet. (Ajaib)
OJK mengindikasikan sejumlah perusahaan fintech mengalami masalah, baik itu modal maupun kredit macet. (Ajaib)

Fintech Lending

KONTEKS.CO.ID - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat lonjakan signifikan penggunaan layanan Buy Now Pay Later (BNPL) atau paylater di Indonesia, terutama di kalangan generasi muda. Kepala Eksekutif OJK Ogi Prastomiyono menyebut kontrak paylater tumbuh 33,25 persen secara tahunan, mencapai 72,88 juta per Mei 2023.

Peningkatan tersebut didorong kemudahan persetujuan kredit dan promo menarik seperti diskon dan cicilan 0 persen. Namun, OJK menilai tren ini bisa menjadi ancaman jika tidak diiringi edukasi finansial.

“Kami menemukan banyak anak muda akhirnya tidak lolos BI Checking karena kredit macet, bahkan tidak bisa mengajukan KPR,” ujar Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan OJK, Senin (21/8/2023).

Baca Juga: ASUS TUF Gaming F15 FX506LH: Laptop Tangguh untuk Gaming dan Produktivitas

Salah satu unggahan viral di media sosial X memperlihatkan lima lulusan baru gagal diterima kerja karena tercatat memiliki kolektibilitas 5, atau kredit macet. Nilai pinjaman kecil seperti Rp 300–400 ribu sekalipun, jika macet, berdampak buruk terhadap skor kredit.

Data dari Pefindo Biro Kredit menunjukkan NPL (non-performing loan) paylater per April 2023 telah mencapai 9,7% atau Rp 3,28 triliun—hampir dua kali lipat batas aman. Rentang usia 20–30 tahun menyumbang hampir 48% dari total kredit bermasalah tersebut.

Direktur Utama Pefindo Biro Kredit Yohanes Arts Abimanyu menyebut kemudahan akses paylater tanpa proses credit scoring ketat menjadi penyebab lonjakan NPL. “Masyarakat bisa daftar hanya dengan KTP dan email. Ini tidak seperti kartu kredit yang prosesnya lebih ketat,” ujarnya.

Baca Juga: Wawancara Ruben Amorim Usai MU Kalah dari Spurs di Final Liga Europa

Meski demikian, popularitas paylater terus meningkat. Menurut riset FIS Global dan Kredivo-Katadata, Indonesia mencatat penggunaan paylater tertinggi di ASEAN, mencapai 42% dari total transaksi digital. Banyak masyarakat, terutama di kelas ekonomi menengah ke bawah, mengenal kredit digital pertama kali melalui paylater.

Laporan juga menyebutkan 60% pengguna paylater adalah mereka yang belum pernah memiliki kredit sebelumnya. Paylater disebut menjadi alat bantu akses keuangan bagi kelompok unbanked dan membantu mendorong literasi keuangan.

Namun, OJK tetap mengimbau pengguna untuk bijak. Skor kredit yang buruk bukan hanya menyulitkan pinjaman ke bank, tapi juga dapat memengaruhi akses terhadap pekerjaan dan beasiswa. ***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Iqbal Marsya

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Stok Aman, Pemerintah Putuskan Stop Impor Beras 2026

Sabtu, 20 Desember 2025 | 15:45 WIB
X