dunia

Balon Mata-mata China Segede 'Gaban' Tembus Wilayah Udara AS

Sabtu, 4 Februari 2023 | 09:21 WIB
China mengakui pada hari Jumat bahwa balon yang terlihat pada ketinggian di pekan ini di atas Montana adalah milik Beijing. Benda terbang itu diduga sebagai balon mata-mata. Foto: tangkapan layar Twitter @UBERSOY1

KONTEKS.CO.ID - Balon mata-mata China berhasil menembus wilayah udara Amerika Serikat (AS). Ini adalah pukulan telak bagi Pentagon.

China mengakui pada hari Jumat bahwa balon yang terlihat pada ketinggian di pekan ini di atas Montana adalah milik Beijing. Tetapi menyebut pesawat itu sebagai perangkat sipil yang "digunakan untuk penelitian ilmiah seperti meteorologi."

Seorang pejabat senior pertahanan mengatakan kepada CBS News, bahwa Departemen Pertahanan "yakin" bahwa itu sebenarnya adalah balon pengintai China.

Muatan balon –bagian di bawah balon yang melakukan pengintaian– berukuran dua hingga tiga bus sekolah. "Balon itu sendiri jauh lebih besar," menurut seorang pejabat AS.

Menurut pernyataan Kementerian Luar Negeri China, pesawat itu "dipengaruhi oleh angin barat" dan kemampuannya untuk mengendalikan arahnya "terbatas". Beijing juga mengatakan, balon itu sangat menyimpang dari rute yang dijadwalkan.

China pun menyatakan penyesalan bahwa pesawat itu tersesat ke Amerika Serikat karena force majeure.

Pada Jumat pagi, balon itu tidak lagi berada di atas Montana tetapi telah bergerak di atas Midwest dan sekarang berada di atas "tengah negara", menurut seorang pejabat AS. Sebuah balon China belum pernah melewati tengah negara sebelumnya.

Satu-satunya yang terjadi adalah saat balon China terbang di atas benua AS dalam penerbangan singkat di Florida. Ada overflight dari Hawaii dan Guam.

Dalam kasus sebelumnya, pihak China telah berhasil memulihkan balon tersebut. Meski bisa bermanuver, balon tetap akan bergerak ke arah yang dibawa oleh aliran jet.

Balon itu terbang di ketinggian sekitar 66.000 kaki, menurut seorang pejabat AS. Perangkat mata-mata itu bisa bermanuver tetapi juga "tunduk" pada aliran jet, yang pada akhirnya bisa mendorongnya keluar dari wilayah udara AS.

Kemudian pada hari itu, Layanan Cuaca Nasional di Kansas City men-tweet bahwa mereka telah menerima "beberapa laporan di MO barat laut tentang balon besar yang terlihat di cakrawala". "Kami telah mengonfirmasi bahwa itu bukan balon cuaca NWS," ujar mereka.

Balon tersebut diperkirakan akan berada di atas AS selama beberapa hari ke depan, menurut juru bicara Pentagon Brig. Jenderal Patrick Ryder. Balon mengarah ke timur dan pejabat AS menyarankan agar ahli meteorologi dapat memberikan beberapa panduan tentang arahnya.

Ahli meteorologi Ryan Truchelut memperkirakan, lintasan balon berdasarkan model NOAA yang mensimulasikan lintasan zat yang diangkut melalui atmosfer. Jalur balon di masa depan, cuitnya, sangat bergantung pada ketinggian, yang tidak diketahui.

Pada ketinggian 15 km (sekitar 49.000 kaki), balon itu "berlari ke timur ke laut," tulisnya. Pada 20 km (lebih dari 65.000 kaki), balon menuju pantai Tenggara. Dan pada jarak 25 km (lebih dari 82.000 kaki), dia kembali ke barat.

Dia mencatat, balon itu adalah pelacak pasif, tidak dikendalikan atau 'terlantar'.

Ada beberapa diskusi untuk mencoba menangkap balon itu, tetapi seorang pejabat AS mengatakan bahwa ini tidak mungkin.

Ryder menolak untuk menjelaskan dimensi spesifik dari balon tersebut. "Itu cukup besar sehingga, sekali lagi, dalam meninjau pendekatan kami, kami menyadari bahwa potensi bidang puing akan menjadi signifikan dan berpotensi menyebabkan cedera atau kematian warga sipil atau signifikan, kerusakan properti," katanya lagi.

AS memandang penjelasan China tentang tujuan balon tersebut dengan "cukup banyak skeptisisme", dan masih mencoba untuk mencari tahu apa maksud China sebenarnya.

Menteri Luar Negeri Antony Blinken berencaana melakukan perjalanan ke China akhir pekan ini untuk perjalanan diplomatik. "Ttetapi karena Pemerintahan Biden mempertimbangkan tanggapan yang lebih luas terhadap penemuan balon tersebut, perjalanannya ditunda," kata dua sumber diplomatik kepada CBS News. ***

Tags

Terkini