KONTEKS.CO.ID - Senat AS segera menggelar pemungutan suara pekan depan untuk memutuskan perkara bantuan militer lanjutan bagi Ukraina dan Israel.
Pemimpin Mayoritas Senat, Chuck Schumer pada Kamis, 14 Desember 2023 mengatakan, senat akan menunda libur yang seharusnya dimulai pada hari Jumat, 15 Desember 2023.
Mereka juga akan bersidang pada Senin, 18 Desember 2023 untuk memberikan waktu kepada para perunding untuk mencapai kesepakatan.
“Banyak hal bergantung pada kesuksesan kami. Kami tahu dunia sedang menyaksikannya,” kata Schumer.
Sebelumnya, Presiden dari Partai Demokrat, Joe Biden telah mendesak anggota parlemen untuk meloloskan paket bantuan tambahan sebesar USD 50 miliar kepada Ukraina dan USD 14 miliar untuk Israel.
[irp posts="12879" ]
Ketua DPR dari Partai Republik, Mike Johnson serta anggota Senat dari Partai Republik telah berulang kali mengatakan mereka hanya akan menyetujui bantuan untuk Ukraina dan Israel jika dipadukan dengan kontrol baru di perbatasan AS-Meksiko.
Kesepakatan apa pun yang dicapai di Senat juga harus mendapatkan persetujuan DPR yang dikuasai Partai Republik sebelum disahkan menjadi undang-undang.
“Kami membuat kemajuan dan Gedung Putih terlibat, dan ini merupakan hal yang bagus. Semuanya menggembirakan,” kata Senator John Thune, anggota Partai Republik nomor dua di Senat.
Meski begitu, beberapa senator dari kedua partai telah menyatakan keprihatinannya.
Senator Tom Cotton, seorang Republikan mengatakan, para perunding telah mencapai kemajuan namun masih terdapat perbedaan pendapat yang sangat mencolok.
[irp posts="121239" ]
Cotton mengatakan, Partai Demokrat belum menyampaikan usulan mereka secara tertulis dan belum menjawab permintaan Partai Republik untuk membatasi kewenangan “pembebasan bersyarat” Biden.
Kewenangan itu digunakan Biden untuk mengizinkan ratusan ribu migran memasuki AS secara legal.
Biden mengatakan, dia terbuka terhadap konsesi yang signifikan mengenai keamanan perbatasan untuk mencapai kesepakatan dengan Partai Republik.
Namun, beberapa anggota Partai Demokrat mengkritik proposal Gedung Putih yang akan membatasi akses terhadap suaka AS dan meningkatkan deportasi.***