• Minggu, 21 Desember 2025

Pemimpin Ortodoks Rusia: Lebih Baik Alih Fungsikan Gereja yang Ditutup di Barat Menjadi Masjid

Photo Author
- Sabtu, 22 Oktober 2022 | 16:02 WIB
Russian Orthodox Patriarch Kirill of Moscow and Pope Francis pose for photos at the beginning of their meeting at Jose Marti International Airport in Havana in this Feb. 12, 2016, file photo. In an Easter message to Patriarch Kirill, the pope prayed that the Holy Spirit would
Russian Orthodox Patriarch Kirill of Moscow and Pope Francis pose for photos at the beginning of their meeting at Jose Marti International Airport in Havana in this Feb. 12, 2016, file photo. In an Easter message to Patriarch Kirill, the pope prayed that the Holy Spirit would


KONTEKS.CO.ID - Pengalihan penggunaan gereja-gereja yang ditutup di Barat kepada umat Islam adalah pilihan terbaik daripada mengubahnya menjadi kasino atau pusat hiburan, kata pemimpin Kristen Ortodoks Rusia Patriark Kirill.





“Itu adalah skenario terbaik karena komunitas muslim tumbuh (di Barat) dan mereka butuh tempat beribadah. Tak jarang, gereja-gereja dijual atau disewakan kepada umat Islam dan ini sama sekali bukan hal buruk. Yang buruk adalah ketika gereja-gereja itu malah dijadikan kasino, restoran, atau pusat hiburan,” katanya dalam khotbah setelah liturgi dan pentahbisan Katedral Mikhailo-Arkhangelskogo di Arkhangelsk, lapor koresponden RIA Novosti sebagaimana ditulis RBTH.





Menurutnya penutupan gereja menunjukkan kemunduran peradaban Barat. Dan di Rusia belum pernah terjadi penutupan seperti itu. Sekitar 75% warga Rusia menganggap diri mereka sebagai pemeluk Kristen Ortodoks.





Selama hampir seribu tahun, Rusia berdiri berdampingan dengan Kristen Ortodoks, menyebarkan agama ini, dan mendukung para pendeta. Situasi ini baru berubah ketika kaum Bolshevik berkuasa pada tahun 1917 dan mengubah Rusia menjadi negara ateis: agama dilarang dan para pendeta dimusnahkan (setidaknya, pada awal pemerintahan mereka).





Bagaimanapun, lama-kelamaan kebijakan tersebut makin longgar. Namun, beribadah dan mengunjungi gereja tetap tidak disukai di Uni Soviet hingga akhir 1980-an. RBTH menulis, sejak jatuhnya Uni Soviet, Ortodoks kembali subur, bahkan, menurut statistik resmi, cukup populer.





Namun, baik para pendeta maupun sosiolog menunjukkan bahwa kebanyakan orang yang menyebut diri mereka pemeluk Ortodoks justru tidak berpuasa (79 persen) atau tidak menghadiri kebaktian secara rutin (63 persen), menurut jajak pendapat tahun 2014. Bagi mereka, agama hanyalah simbol, sebuah identitas. “Iman tidak memengaruhi kehidupan dan perilaku kita sehari-hari”, kata Sergei Kravets, Kepala Pusat Ensiklopedia Ortodoks. ***


Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Fauzan Luthsa

Tags

Terkini

X