Ketika para peneliti menambahkan 12 jam penyimpanan energi ke sistem kelistrikan masing-masing negara, waktu minimal yang diharapkan setiap negara tanpa listrik akan turun menjadi 6%. Walaupun beberapa negara akan mengalami pemadaman rata-rata 17%.
Saat ini, hanya negara-negara yang mengandalkan pembangkit listrik tenaga air yang dapat mengklaim memiliki penyimpanan yang memadai. Dan baterai tidak dapat dibuat cukup besar untuk menyediakan penyimpanan seperti itu.
Selain itu, studi ini menemukan bahwa jumlah jam di mana pasokan listrik tidak dapat memenuhi permintaan berkurang secara signifikan jika daya dapat dengan mudah -dan hampir tanpa biaya- ditransmisikan di dalam dan antar negara. Berdasarkan asumsi ini, jumlah jam tanpa listrik turun menjadi rata-rata 49 jam di Eropa, 26 jam di Oseania, dan hanya 13 jam di Amerika Utara.
Penulis penelitian menunjukkan hasil mereka tidak memperhitungkan spesifikasi sistem tenaga yang realistis. Kurang memasukan kendala di lapangan.
Studi ini tidak memasukkan biaya besar untuk membangun infrastruktur transmisi. Seperti saluran listrik untuk memenuhi asumsinya bahwa listrik dapat dengan mudah dibagi di dalam dan antarnegara.
Studi ini juga mengabaikan biaya pembangunan turbin angin dan panel surya, dan biaya lingkungan mereka. Turbin membutuhkan sejumlah besar baja dan beton.
Baja yang dibutuhkan untuk turbin angin akan mewakili 34,0-51,4 persen dari kapasitas tahunan saat ini dari seluruh industri baja global. Dengan kata lain, masa depan yang hanya menggunakan energi terbarukan akan membutuhkan peningkatan kapasitas baja dalam jangka pendek, dan mungkin di masa depan. Ini pembiayaan yang diabaikan dalam analisis penelitian.
Selain itu, membuang material yang digunakan untuk turbin di akhir umur struktur (sekitar 15-20 tahun) tidaklah mudah. Meskipun baja dapat didaur ulang, hal yang sama tidak berlaku untuk pfondasi beton atau bahan yang terdiri dari bilah besar, yang biasanya dipotong dan dikubur.