KONTEKS.CO.ID - Malam itu, 8 Mei di Brondby Hallen, Kopenhagen, Denmark, ribuan mata terpaku pada satu laga yaitu final Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis 1983.
Pertandingan antara Icuk Sugiarto dan Liem Swie King, dua atlet Indonesia yang menjadi rival sekaligus sahabat.
Final ini disebut media asing sebagai salah satu pertandingan bulu tangkis terbesar dalam sejarah.
Kala itu Icuk Sugiarto, 20 tahun, masih muda dan baru menanjak di kancah internasional, sementara Liem Swie King telah dikenal sebagai legenda sejak 1976 dengan “King Smash” yang mematikan.
Kedua pemain melewati babak-babak ketat, menyingkirkan wakil-wakil kuat dari China, Denmark, dan India.
Morten Frost Hansen, bintang Denmark, tumbang di tangan Icuk, sementara King menghentikan perlawanan Chen Changjie dari China.
Di semifinal, Icuk menaklukkan Prakash Padukone 9-15, 15-7, 15-1, sedangkan King menghajar Han Jian 15-9, 15-3.
Pertarungan yang Menegangkan, Icuk Sugiarto Tumbangkan Liem Swie King
Meski banyak yang mengira laga sesama Indonesia akan lebih santai, pertarungan berlangsung 1 jam 33 menit, memecahkan rekor durasi.
King memenangi set pertama 15-8, Icuk membalas set kedua 12-15, dan set ketiga menjadi momen paling menegangkan.
Skor terus kejar-mengejar yaitu 13–13, 14–14, hingga 16–16. Saat shuttlecock King keluar garis, Brondby Hallen pecah sorak sorai.
Icuk melonjak kegirangan, melempar raketnya, dan memeluk King yang terpaku di tengah lapangan.