KONTEKS.CO.ID – Ombudsman RI mengusulkan agar jumlah perekrutan anggota Polri, khususnya perwira harus disesuaikan dengan kebutuhan internal Korps Bhayangkara.
"Rekrutmen di tingkat perwira misalnya di Akademi Kepolisian, itu jangan sampai terlalu besar," kata Mokhammad Najih, Ketua Ombudsman RI dalam konferensi pers di Kemensetneg, Jakarta, Selasa, 9 Desember 2025.
Berdasarkan hitungan kasar Ombudsman, lanjut Najih, kebubutuhan perwira untuk kapolda misalnya, sesuai jumlah provinsi di Indonesia sekitar 38.
"Kalau kapoldanya mungkin tidak sampai segitu. Maka untuk calon perwira menengah sampai tinggi seperti selesai di di Akpol itu, ya paling 200-300," katanya.
Najih menyampaikan, jumlah per angkatannya tidak melebihi angka tersebut agar tidak terjadi over supply.
"Yang terjadi sekarang dengan adanya overload atau berlebihan jumlah perwira tinggi, itu kemudian sampai masuk ke institusi non-Kepolisian," katanya.
Baca Juga: Komisi Percepatan Reformasi Polri Minta Polri Bebaskan 3 Tersangka Demonstrasi Ricuh Agustus Lalu
Tidak seimbangnya jumlah perwira dengan posisi jabatan, itu juga mengganggu pola sistem meritokrasi di institusi sipil. Pasalnya, banyak anggota Polri aktif menjabat jabatan sipil.
"Di ASN sendiri, ini kan akan terjadi kecemburuan. Misalnya bahwa apakah betul bahwa perwira Polri lebih baik daripada karier ASN yang sudah dibina sejak CPNS sampai dia menempati persyaratan sejak misalnya Eselon I," katanya.
Najih menegaskan, meskipun itu merupakan alasan kebutuhan, namun sebenarnya ada proses yang tidak fair.
Sedangkan untuk tingkat tamtama, lanjut Najih, juga perlu dibuat sitem pendidikan yang terstandar atau seragam di semua SPN. Ini agar tidak terjadi disparitas layanan kepada masyarakat di lapangan.
"Kepolisian yang ditugaskan di daerah A dengan daerah B, itu tidak ada disparitas dalam pelayanan kepada masyarakat," ujarnya.***