“Kita jadikan perbaikan internal, menyeluruh ya, bukan hanya TNI karena kekuatan unsur udara itu ada yang dari BNPB, kemudian kementerian/lembaga yang mendukung ini. Jadi, kita evaluasi,” jelasnya.
Keamanan Tetap Prioritas
TNI memastikan bahwa percepatan distribusi tidak boleh mengorbankan keselamatan awak pesawat maupun masyarakat.
“Saya tegaskan di sini bahwa keamanan dari kru, keamanan dari alutsista dalam hal ini helikopter atau pesawat, serta keamanan dari masyarakat itu yang jadi prioritas kami,” kata Freddy.
“Jadi, evaluasi tetap bagaimana percepatan pendistribusian logistik, tapi tetap tidak mengabaikan sisi keamanan,” tambahnya.
Ia menjelaskan bahwa titik pendaratan atau dropping zone sering kali tidak ideal.
“Kita butuh dropping zone yang layak, sementara di daerah-daerah terisolir itu banyak tempat terbuka, medan terbuka, tapi tidak layak,” ucapnya.
Bahkan area yang tampak seperti lapangan kerap tidak memenuhi standar keselamatan.
“Jadi, kelihatan luas seperti lapangan, tapi tanahnya lembek-lembek kemudian lunak, tidak layak untuk didarati. Kemudian bekas puing yang apabila kena baling-baling itu bisa berterbangan dan membahayakan alutsista,” jelasnya.
DPR Ikut Kritik Metode Airdrop
Sorotan terhadap mekanisme bantuan udara juga datang dari parlemen. Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Golkar, Firman Soebagyo, menilai praktik menjatuhkan bantuan dari helikopter sebagai tindakan tidak pantas.
“Saya minta kepada pejabat yang ada di daerah juga, ketika membantu para korban hendaklah yang sopan,” tegas Firman dalam rapat di DPR, 4 Desember 2025.
“Tidak perlu memberikan beras dilempar-lempar dari helikopter,” ujar Firman.
Ketua DPR RI Puan Maharani sebelumnya juga meminta pemerintah meninjau ulang metode distribusi udara agar lebih aman dan manusiawi.***